Menjelaskan Isi Artikel atau Buku

Kamu tentu sering menemukan informasi dari sebuah buku atau membaca artikel di surat kabar, majalah, atau internet bukan? Topik apa saja yang kamu suka? Topik adalah permasalahan yang diangkat dalam suatu wacana. Apakah topik artikel yang kamu baca? Politik, sosial budaya, pendidikan, gaya hidup, kesehatan, atau yang lain? Nah, pada pelajaran ini kamu akan diminta untuk menjelaskan isi artikel dari buku atau media yang kamu baca tadi secara lisan. Bagaimana caranya?
Oleh karena itu, ikutilah langkah-langkah berikut!
  1. Bacalah secara intensif informasi dari buku atau artikel tersebut. Membaca intensif, artinya membaca secara sungguh-sungguh untuk menemukan informasi yang dicari secara tepat.
  2. Catat dan tandailah informasi-informasi pokok yang terdapat dalam artikel tersebut.
  3. Susunlah catatanmu tersebut menjadi bentuk kerangka isi artikel.
  4. Satukan kerangka isi artikelmu menjadi bentuk teks uraian informasi yang lengkap dengan tidak mengubah isi artikel asli.
  5. Sampaikan secara lisan uraian informasi dari artikel yang kamu buat dengan bahasa yang jelas.
  6. Saat menyampaikan secara lisan, perhatikan hal-hal berikut.
  • Sampaikan uraian informasimu secara terstruktur, sehingga dapat dipahami pendengar.
  • Gunakan gaya bahasa dan gerakan tangan untuk mendukungmu dalam menjelaskan uraian informasimu.
  • Kuasailah materi yang akan kamu sampaikan.
  • Sampaikan pula mengenai pandangan, pendapat, kritik, dan masukanmu terhadap isi artikel.

Sebagai sarana berlatih, pahamilah artikel berikut, kemudian kerjakan tugas yang menyertainya!

Video Game Dilarang atau Diawasi?


Hampir sebulan ini Adi (7 tahun) menghabiskan waktunya untuk bermain video game. Dari pulang sekolah hingga menjelang Maghrib, murid kelas dua SD ini manteng di depan televisi. Itu pun kalau Vonny, ibu Adi tidak segera mematikan televisi. Akibat kecanduan playstation (PS), nilai ulangan Adi jatuh. Pekerjaan rumah pun sering lolos. Sebenarnya, Vonny (33) sudah berulang kali menegur Adi agar jangan terlalu sering bermain PS. Untuk beberapa saat larangan itu dipatuhi. Namun Vonny ter-peranjat, pulang dari pasar melihat Adi asyik bermain game di warnet. Adiknya, Danang pernah juga bercerita kalau Adi bermain ke rumah Reza, Aska, ataupun Arden pasti bermain game.

Mau tak mau, Vonny pun ‘menyerah’. ‘’Daripada main di luar, saya mengalah deh, lebih baik anak main PS di rumah. Karena bisa terpantau,’’ papar dia. Video game adalah permainan menggunakan interaksi berupa gambar yang dihasilkan oleh peranti video. Dalam permainan itu umumnya ada sistem penghargaan, seperti skor atau nilai. Hitungannya berdasarkan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam menyelesaikan tugas-tugas yang ada di permainan. Sistem elektronik yang digunakan bisa berupa komputer atau konsol permainan.

Meminimalkan Dampak Buruk

Ada orang tua yang melarang keras anak-anak bermain game. Karena permainan itu lebih banyak kerugian ketimbang untungnya. Psikolog Reni Kusumowardhani, M.Si menyatakan, kalau melihat untung-rugi bermain video game atau PS bagi anak-anak bagaikan dua sisi mata uang. Dampak buruk yang pasti timbul dari bermain PS berawal dari tidak ada pembatasan waktu. Anak-anak dibiarkan main sesuka hatinya. Dampaknya mereka akan ketagihan ingin terus bermain. Apalagi kalau belum menang, anak-anak pasti penasaran. Jika waktu banyak tersita bermain game, kewajiban anak di sekolah atau rumah pun bisa terbengkalai.

Kebanyakan main video game mengakibatkan anak malas untuk belajar.
Kebanyakan main video game
mengakibatkan anak malas untuk belajar.
 Dampak buruk lainnya, tidak semua jenis PS bisa dinikmati anak-anak. Kini banyak beredar permainan berbau porno dan kekerasan —lawannya dibanting, ditembak sampai dibunuh. Jenis permainan ini, kata Reni, harus dihindari dari anak-anak karena sangat membahayakan bagi perkembangan. ‘’Jauhkan anak-anak dari permainan video yang berdarah-darah, kasar, dan sadis,’’ lanjut Reni. Dampaknya, paparnya kemudian, anak-anak bisa tidak memiliki rasa sensitif, rasa sayang terhadap orang lain akan berkurang. ‘’Lebih jauh lagi hal-hal yang berbau kekerasan menjadi hal biasa.’’

Menurut Reni, dampak buruk tersebut dapat diminimalkan jika orang tua ikut berperan aktif mengawasi anak-anak. Buatlah perjanjian dengan anak, cantumkan poin-poin apa saja yang bisa dilakukan dan dilarang berkaitan dengan main PS. Misalkan, main PS atau video game hanya boleh Ahad dan hari libur. Hari sekolah dilarang. Kontrak bermain ini harus konsisten ditaati oleh anak maupun orang tua. ‘’Sekali muncul rasa kasihan anak akan memanfaatkan kelemahan itu,’’ katanya. Lama bermain mainan elektronik ini penting ditakar dengan mempertimbangkan aktivitas lain yang harus dilakukannya. Psikolog Anak di RSUD Cilacap Jateng ini memaparkan, orang tua harus mengetahui durasi kegiatan lain yang dimiliki anak. Dari 24 jam dalam sehari, ada waktu untuk sekolah, belajar, membantu orang tua, dan lainnya. Sisa dari waktu itu bisa untuk main PS. Namun, tandas Reni, ‘’Maksimal dua jam sudah cukup.’’

Pada sisi lain, Reni menyarankan orang tua agar selektif terhadap jenis video game yang boleh dimainkan anak. Sebab, cukup banyak game yang memiliki nilai edukasi dan bisa mengasah keterampilan berpikir dan menganalisis. Misalnya, program menyusun bangun-ruang, memasang anggota badan, atau mengajak anak aktif berbicara. Game olahraga juga bisa menjadi rujukan untuk mainan anak-anak. Agar anak tidak soliter, permainan sebaiknya dilakukan bersama: antara orang tua dan anak atau bersama teman-teman. Ini bukan saja membuat suasana semakin seru, tetapi yang penting semakin menambah keakraban. Sebagai alternatif permainan video dan PS yang merajalela di pasaran, Reni lebih setuju bila orang tua memperkenalkan anak-anak dengan permainan tradisional, seperti galasin dan gobak sodor. ‘’Permainan kelompok itu lebih menyenangkan dan merangsang kecerdasan anak,’’ kata dia. Mengapa? Permainan itu mengajak berinteraksi dengan orang lain, melatih saraf motorik anak, berstrategi agar memenangkan permainan dan melatih jiwa sosial simpati merasakan bagaimana kalau lawannya kalah.

Ambil Sikap yang Jelas dan Tegas

Jangan harapkan anak menentukan sendiri batasan waktunya bermain video game. Begitu juga jenis yang dimainkannya. Berikut beberapa yang perlu jadi pegangan.
  1. Batasi waktu bermain video game. Bila nilai anak buruk di sekolah, laranglah sementara bermain.
  2. Jangan izinkan anak menunda waktu tidur karena ia ingin menyelesaikan game-nya. Jika waktu tidur mendekat, beri ia peringatan 10 menit sebelumnya.
  3. Doronglah anak untuk menyelesaikan sendiri perselisihan dalam hal penggunaan video game. Bila pertengkaran semakin seru, singkirkan permainan itu sampai mereka mencapai penyelesaian.
  4. Bantulah anak memilih video game yang tidak menampilkan kekerasan. Bila anak meminjam game baru, periksa dulu sebelum ia memainkannya.
  5. Bila Anda memiliki komputer, cobalah game edukasi. Game seperti ini mengombinasikan akademik dan hiburan. Bila Anda memiliki pilihan, belilah computer game ketimbang video game.
  6. Yang pasti, video game tidak boleh mengalahkan acara keluarga.
Sumber: tabloid Nakita, minggu ke-3 Januari 2003

Latihan:
Dengan langkah-langkah yang telah kamu kuasai, coba temukan isi atau informasi dari artikel di atas!