Sumber Hukum Perlindungan Konsumen dan Peraturan Hukum Perlindungan Konsumen

Secara normatif Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) merupakan dasar hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Namun demikian, pemberlakuan UUPK tidaklah menghapuskan ketentuan peraturan perundang-undangan yang sebelumnya telah ada yang juga memberikan perlindungan hukum kepada konsumen.

Hal ini berdasarkan Ketentuan Peralihan Pasal 64 UUPK yang menyatakan bahwa segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada saat undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UUPK.

Artinya bahwa UUPK masih mengakui keberadaan peraturan perundang-undangan yang telah ada yang juga bertujuan untuk melindungi konsumen. Hal ini sesuai dengan penjelasan umum UUPK yang menyatakan bahwa undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya undang-undang tentang Perlindungan konsumen ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen.

Beberapa undang-undang tersebut antara lain, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang No. 10 Tahun 1961 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1961 Tentang Barang, Undang-Undang No. 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene, Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, dll.

Selain itu, UUPK juga masih memberikan ruang untuk pengaturan atau peraturan perundang-undangan baru yang bertujuan untuk perlindungan konsumen di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Penjelasan Umum UUPK yang menyatakan bahwa di kemudian hari, masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen.

Dengan demikian, Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.
Dengan demikian, Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

Setelah pemberlakuan UUPK, terdapat beberapa perlindungan peraturan perundang-undangan baru yang juga bertujuan untuk melindungi kepentingan konsumen, antara lain Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. Keberadaan undang-undang yang baru ini juga terintegrasi dengan UUPK sebagai undang-undang payung dalam perlindungan konsumen di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas bahwa pengaturan mengenai perlindungan konsumen tidak hanya di dasarkan pada undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan konsumen, yakni Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Namun, juga meliputi peraturan perundang-undangan perlindungan yang sifatnya umum, yang juga mengatur mengenai masalah perlindungan konsumen.

Pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen

Sumber hukum perlindungan konsumen tidak bisa dilihat dalam sumber konteks UUPK saja, tetapi juga harus dilihat dalam sumber kerangka sistem hukum perlindungan konsumen. Hukum sebagai suatu sistem perlindungan merupakan sumber tatanan, merupakan suatu kesatuan perlindungan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian hukum atau unsur-unsur hukum yang saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan kesatuan perlindungan tersebut (Sudikno, 1999: 115). Sehingga untuk mempelajari hukum perlindungan konsumen, selain mempelajari UUPK sebagai sumber hukum yang utama, juga harus mempelajari sumber-sumber hukum perlindungan konsumen lainnya yang terdapat dalam hukum privat maupun hukum publik, walaupun tidak secara khusus bertujuan untuk melindungi konsumen.

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Sejak tanggal 20 April 1999 Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan konsumen, yakni Undang-Undang No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK mulai berlaku efektif sejak tanggal 20 April 2010. UUPK merupakan undang-undang payung yang memayungi dan mengintegrasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen di Indonesia.

Terhadap peraturan perundang-undangan perlindungan yang juga mengatur dan melindungi konsumen baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya UUPK maka UUPK dapat berkedudukan sebagai ketentuan umum (lex generalis) atau dapat juga berkedudukan sebagai ketentuan khusus (lex specialis).

UUPK sebagai lex generalis, berarti bahwa ketentuan-ketentuan umum dalam UUPK pada dasarnya dapat diterapkan terhadap ketentuan undang-undang khusus yang mengatur perlindungan konsumen. Contohnya adalah dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UUOJK). Walaupun secara khusus dalam UUOJK telah ditentukan perlindungan konsumen khusus bagi konsumen di sektor jasa keuangan, tetapi ketentuan-ketentuan umum dalam UUPK dapat digunakan untuk melindungi konsumen di sektor jasa keuangan, sepanjang sesuai dengan pengertian konsumen dalam UUPK.

Sebaliknya UUPK sebagi lex specialis, berarti bahwa ketentuan-ketentuan dalam UUPK dapat diberlakukan menyimpangi ketentuan undang-undang yang mengatur dan melindungi konsumen. Contohnya adalah UUPK sebagai ketentuan lex specialis dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, di mana dalam pengajuan gugatan konsumen yang diajukan oleh konsumen diajukan di tempat kedudukan konsumen bukan di tempat kedudukan pelaku usaha (tergugat). Selain itu, dalam hal gugatan konsumen, yang harus membuktikan adanya unsur kesalahan adalah beban dari pelaku usaha dan bukan pada konsumen (penggugat).

Pasal langka (1) UUPK menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Perlindungan hukum pada dasarnya merupakan pemenuhan atas hak-hak konsumen yang seharusnya diberikan kepada konsumen, sehingga perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan hukum yang terhadap hak-hak konsumen (Shidarta, 2004: 19).

Segala upaya yang dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam memberikan perlindungan konsumen menunjukkan bahwa perlindungan konsumen tidak hanya berorientasi kepada persoalan ganti rugi maupun pemberian sanksi kepada pelaku usaha. Upaya-upaya perlindungan terhadap konsumen juga diarahkan dalam pemberdayaan konsumen maupun peningkatan kesadaran pelaku usaha akan pentingnya perlindungan konsumen. Selain itu, upaya perlindungan konsumen juga tidak melulu pada suatu bidang hukum saja, tetapi juga menyangkut aspek-aspek hukum lain konsumen, antara lain hukum perdata, hukum administrasi maupun hukum pidana konsumen.

Subyek perlindungan konsumen yang diatur dalam UUPK pada dasarnya harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh UUPK, yakni kriteria konsumen yang dilindungi oleh UUPK adalah konsumen dalam pengertian sebagai konsumen akhir, dan bukan konsumen antara. Hal ini sesuai dengan definisi konsumen dalam Pasal 1 Angka (2) UUPK yang menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Selanjutnya UUPK menentukan kriteria pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (3) UUPK adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pelaku usaha yang dimaksud dalam UUPK termasuk dalam pengertian perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, dan pedagang, distributor, dll. UUPK membatasi pemberlakuan UUPK ini hanya terhadap pelaku usaha yang berada di wilayah Republik Indonesia sehingga UUPK tidak dapat menjangkau (diterapkan) kepada pelaku usaha yang berada di luar wilayah Republik Indonesia.

Cakupan perlindungan konsumen dalam UUPK mencakup perlindungan secara luas yakni perlindungan terhadap penggunaan barang dan/atau jasa. Pasal 1 angka (4) UUPK menyebutkan bahwa barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, diperdagangkan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Adapun yang dimaksud dengan Jasa berdasarkan Pasal 1 Angka (5) UUPK adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Secara garis besarnya, UUPK mengatur hal-hal sebagai berikut:

  • Ketentuan Umum: Memuat pengertian-pengertian tentang istilah yang dipakai dalam UUPK, antara lain pengertian mengenai perlindungan konsumen, konsumen, pelaku usaha, barang dan jasa, promosi, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, Klausula Baku, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dll.
  • Asas dan Tujuan: Memuat peraturan asas-asas perlindungan konsumen dan tujuan perlindungan konsumen.
  • Hak dan Kewajiban: Memuat hak dan peraturan kewajiban yang dimiliki oleh konsumen maupun pelaku usaha.
  • Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha: Memuat sejumlah perbuatan-perbuatan yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha, yang berkaitan dengan kegiatan produksi, memasarkan, promosi atau iklan, penjualan dengan obral, dll.
  • Ketentuan Pencantuman Klasula Baku: Memuat ketentuan-ketentuan peraturan mengenai larangan pencantuman klasula baku.
  • Tanggung Jawab Pelaku Usaha: Memuat aturan-aturan tentang tanggung jawab pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya, baik tanggung jawab secara privat maupun publik.
  • Pembinaan dan Pengawasan: Memuat ketentuan-ketentuan peraturan tentang pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dalam perlindungan konsumen.
  • Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN): Memuat ketentuan tentang fungsi, peraturan tugas, organisasi dan keanggotaan BPKN.
  • Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM): Memuat tentang tugas dan fungsi LPKSM.
  • Penyelesaian Sengketa: Memuat ketentuan-ketentuan tentang penyelesaian sengketa konsumen, baik di pengadilan maupun di luar pengadilan.
  • Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK): Memuat tentang fungsi, tugas dan kewenangan BPSK.
  • Penyidikan: Memuat tentang ketentuan penyidikan perkara konsumen yang diduga memenuhi unsur-unsur pidana.
  • Sanksi: Memuat ketentuan-ketentuan tentang jenis sanksi, meliputi sanksi administratif maupun sanksi pidana.
  • Ketentuan Peralihan: Memuat ketentuan tentang ketentuan peralihan berkaitan dengan pemberlakuan UUPK.
  • Ketentuan Penutup: Memuat tentang mulainya berlakunya UUPK.


2. Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Perdata

Hukum perlindungan konsumen dalam hukum perdata yakni dalam pengertian hukum perdata dalam arti luas, yakni hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang), serta Peraturan Perundang-Undangan Nasional yang tergolong dalam hukum privat.

KUH Perdata walaupun tidak secara khusus mengatur menyebutkan istilah konsumen, tetapi ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata juga mengatur masalah hubungan antara pelaku usaha. Salah satu aspek hukum privat yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan, yakni berkaitan dengan aspek hukum perjanjian maupun Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Selanjutnya, dalam KUH Dagang yang berkaitan Pengangkutan, Asuransi, dll. Adapun dalam peraturan perundang-undangan nasional perlindungan konsumen antara lain yang terdapat dalam UU Pangan.

3. Hukum Perlindungan Konsumen dalam Hukum Publik

Hukum perlindungan konsumen dalam hukum publik yang dimaksud adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antara negara dengan perorangan. Adapun yang termasuk dalam hukum publik dan terutama dalam kerangka hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen adalah Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Pidana, Hukum Acara Perdata/ Pidana, dan Hukum Internasional.

Komentar