Unsur – unsur Seni Pedalangan

Seni pedalangan merupakan suatu satu kesatuan yang seimbang dan seirama, karena seni pedalangan paling sedikit mengandung tujuh unsur seni yang ada. Adapun tujuh unsur seni tersebut meliputi seni drama, seni lukis atau seni rupa, Seni tatah (pahat) atau seni kriya, seni sastra, seni suara, seni tari, seni karawitan.

Seni Drama
Makna falsafah pada seni drama kita ketahui dan kita hayati melalui setiap cerita atau lakon wayang yang bersifat klasik tradisional antara lain dalam cerita Dewa Ruci dari epos Mahabharata, yang mengisahkan Werkudara ketika berguru pada Begawan Drona untuk mencari kesempurnaan hidup hingga sampai bertemu Dewa Ruci, yaitu guru sejati bagi Werkudara. Gambaran ceritat tersebut adalah bahwa kejiwaan manusia lebih luas dari pada dunia dengan segala isinya.

Cerita Kumbakarna gugur dari epos Ramayana, yang mengisahkan keberanian Kumbakarna dalam melawan bala tentara Rama. Keberanian tersebut karena membela tanah airnya yaitu negeri Alengka yang hampir hancur.

Seni Lukis atau Seni rupa
Seni lukis atau seni rupa yang dapat dilihat dari bentuk wayang, serta sunggingan dan tata warnanya yang masing-masing warna mewakili simbul kejiwaan tersendiri antara lain: bentuk wayang menunjukkan karakter atau watak dari tokoh wayang tersebut dengan sunggingan yang serasi, komposisi warna yang sempurna, sehingga tidak mengacaukan pandangan pada keseluruhan wayang itu sendiri serta dapat me-laras-kan jiwa bagi mereka yang melihatnya. Tokoh Kresna dan Arjuna, untuk busana tidak akan disungging dengan corak kawung atau parang rusak, karena tokoh-tokoh tersebut merupakan gambaran tokoh yang adi luhung bagi seniman-seniman pencipta wayang.

Seni Tatah (Pahat) atau Seni Kriya
Seni pahat atau seni kriya yang dapat dilihat dari wujud wayang yang dibuat dari kulit kerbau atau sapi atau kayu melalui proses yang sangat lama, memerlukan ketekunan, rumit tapi rapi. Dalam seni pahat atau seni kriya tersebut terdapat beberapa jenis pahatan dan tatahan, antara lain pahatan atau tatahan yang halus bentuknya untuk karya seni, pahatan atau tatahan untuk wayang pedalangan agar dalam pementasan dengan sinar lampu dapat nampak jelas ukirannya dan selanjutnya pahatan atau tatahan kasar untuk komersial, agar dalam perdagangan tidak terlalu tinggi harganya.

Seni Sastra
Seni sastra yang dapat didengar dari bahasa pedalangan yang begitu indah dan menawan hati. Bahasa pedalangan untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur pada umumnya digunakan bahasa menurut tata bahasa Jawa dengan menggunakan idiom kawi yang menimbulkan rasa luhur dan angker, unggah-ungguh dalam penggunaan bahasa, contoh ngoko, ngoko alus, tengahan, kromo, kromo inggil, kedaton, kadewan, bagongan.

Bahasa ngoko atau basa ngoko adalah bahasa setingkat panakawan, ngoko alus adalah bahasa orang tua terhadap orang muda yang lebih tinggi martabatnnya, basa tengahan adalah bahasa madya (tengah), basa kromo adalah bahasa halus, kromo inggil adalah bahasa untuk orang bawahan terhadap atasan, basa kedatonan atau bahasa kraton yaitu untuk raja dan bawahannya, basa kadewan adalah bahasa khusus untuk para dewa, dan basa bagongan adalah campuran bahasa kedaton dan kadewan.

Seni Suara
Bagi seorang dalang, seni suara dengan vokal yang mantap merupakan syarat utama dalam mempertahankan mutu pertunjukannya. Sejak ia duduk memegang tangkai tangan wayang kulit (cempurit atau tuding) dan tangkai pada badan wayang (gapit), di bawah lampu minyak (blencong) hingga mengakhiri pergelaranya dengan menancapkan gunungan (kayon) yang terakhir sebagai tanda penutup. Ia harus dapat menguasai vokal dengan mantap, laras pada nada atau irama gamelan dengan sempurna.

Perpaduan bunyi secara ngerangin antara suara sang dalang, pesinden, wiraswara dan bunyi gamelan dengan alunan dan irama lagu yang indah, adalah seni suara yang kita tangkap dalam setiap pertunjukan wayang. Dialog pada setiap tokoh wayang yang mempunyai karakter serta watak tertentu, volume suara akan berbeda dengan tokoh lainnya dan akan selalu berpedoman pada laras gamelan, contoh tokoh Werkudara cenderung berlaras rendah dan besar (bas), dan tokoh-tokoh lainnya.

Seni tari
Tari adalah merupakan salah satu garapan kesenian yang bermedium gerak. Di dalam garapan pakeliran unsur nilai seni tari dapat dilihat dengan adanya penampilan sabet. Sabet ini di dalam pakeliran merupakan perwujudan penggarapan dinamis. Penggarapan medium gerak di dalam pedalangan selalu ada relevansinya dengan iringan gending sebagai pendukung dan pembuat suasana, sehingga menghasilkan gerak dan tarian wayang secara jelas dan dinamis.

Unsur – unsur Seni Pedalangan
Seni Karawitan
Seni karawitan dapat dinikmati dari lagu-lagunya yang etis dan estetis. Seni karawitan merupakan pengiring yang harmonis, laras dan anggun untuk lakon yang diperagakan ki dalang. Peranan gamelan sangat penting dalam pakeliran atau dalam pergelaran wayang. Karawitan iringan pedalangan sangat menunjang dalam pementasan terutama untuk membedakan dialog wayang. Hal tersebut karena keterbatasan ki dalang menirukan dialog serta cara berbicara tiap tokoh wayang yang bermacam-macam, dan juga terbatasnya wayang dalam akting atau sabetan serta terbatasnya adegan yang dibuat dalam pergelaran tersebut. Selain itu tuntutan berbagai macam suasana juga terdapat dalam iringan pakeliran tersebut.

Beberapa cara untuk menggambarkan suasana dari tiap adegan dalam pertunjukan wayang Kulit Purwa Jawa Tengah ialah pathet yang dibagi dalam tiga bagian, yaitu: pathet Nem (6) antara pukul 21.00 -24.00; pathet Sanga (9) antara pukul 00.00 - 03.00 dan pathet Manyura antara pukul 03.00 - 05.00. Bagaian awal merupakan pembukaan (netral), bagian tengah merupakan isi atau permasalahan,
dan bagian akhir merupakan penutup atau penyelesaian.

Pertunjukan wayang Kulit Purwa gaya Jawatimuran memiliki empat jenis pathet, yaitu: pathet Sepuluh (10) merupakan awal sebelum pertunjukan dimulai atau yang lazim disebut ayak talu atau ayak Sepuluh, yang digunakan hanya untuk gending-gending tertentu yaitu khusus ayak Talu dan Gedog Tamu, pathet Wolu antara pukul 21.00 - 24.00; pathet Sanga (9) antara pukul 00.00 - 03.00 dan pathet Serang antara pukul 03.00 - 05.00. Setiap pathet dalam pertunjukan wayang Kulit Purwa gaya Jawatimuran juga mempunyai makna tersendiri dan tidak jauh berbeda dengan wayang kulit gaya lainnya.

Pertunjukan wayang kulit Betawi hanya memiliki dua jenis pathet, di antaranya adalah pathet kenceng: dilakukan sebelum tengah malam, dan pathet kendor dilakukan menjelang akhir pertunjukan. Cara lain untuk menggambarkan suasana adalah dengan sulukan, janturan dan pocapan, gending, dodogan, keprakan.

Sulukan adalah nyanyian yang dulakukan dalang untuk menunjukan suatu suasana tertentu. Yang termasuk dalam sulukan yaitu ada-ada, sendon, bendhengan, kombangan.

Janturan atau pocapan disebut juga narasi artinya adalah pengucapan cerita oleh ki dalang dengan suasana tertentu. Gending adalah deretan nada-nada yang sudah tersusun alur melodi musikalnya. Dodogan adalah suara ketukan pada kotak wayang. Sedangkan alat pemukul kotak wayang disebut cempala. Keprakan yaitu suara lempengan logam yang digantungkan pada kotak wayang di sisi kanan agak depan. Keprak dibunyikan dengan cara mendorong telapak kaki kanan sang dalang bagian depan.

Komentar