Wayang Babad

Salain wayang Purwa, Madya, dan Gedog, para seniman Indonesia umumnya dan seniman Jawa khususnya telah menciptakan berbagai wayang baru yang pementasannya bersumber pada cerita-cerita sejarah (babad) setelah masuknya agama Islam di Indonesia antara lain kisah-kisah kepahlawanan dalam masa kerajaan Demak dan Pajang. Wayang-wayang tersebut disebut wayang Babad atau wayang Sejarah. Jenis wayang tersebut antara lain:

1. Wayang Kuluk (1830)
Sultan Hamengku Bhuwono V (1822 – 1855) dari Yogyakarta, ( +/- tahun 1830) menciptakan wayang yang dalam pergelarannya khusus mengambil cerita-cerita sejarah kraton Yogyakarta (Mataram). Wayang-wayang ini kemudian disebut wayang Kuluk.

2. Wayang Dupara 
Wayang ini dicipta oleh R.M. Danuatmojo, seorang penduduk kota Sala dan tidak diketahui dengan pasti kapan wayang tersebut dibuat. Disebut wayang Dupara, karena asal dari kata Andupara yang artinya aneh dan dipergunakan untuk cerita-cerita babad Demak, Pajang, Mataram hingga Kartasura. Wayang Dupara tersebut dibuat dari kulit yang ditatah dan disungging, seperti halnya wayang kulit Purwa. Induk wayang Dupara ini adalah campuran, diubah pakaiannya dengan ditambah atau dikurangi, disesuaikan dengan selera pendapat penciptanya. Wayang-wayang tersebut kini disimpan di Musium Radya Pustaka di Surakarta.

Harya Panangsang (Wayang Dupara)
Harya Panangsang (Wayang Dupara)
3. Wayang Jawa (1940)
Pencipta wayang tersebut adalah R.M. Ng. Dutodipuro, Abdi Dalem Mantri Panewu Gandek di kraton Surakarta, yang juga seorang guru dalang di Pasinaon Dalang Surakarta (Padasuka) berada di Musium Radya Pustaka-Surakarta. Wayang-wayang tersebut dibuat pada tahun 1940 dan keseluruhannya memakai baju lurik.

Semua wayang raja-raja (katongan) berbaju kuning lorek hijau dan merah. Wayang satria (putran) berbaju hijau muda lorek hijau tua dan satria sedang mengembara (lelana) berbaju lengan pendek warna biru muda berlorek biru tua diselingi warna merah.

Pementasan wayang Jawa tersebut bermaksud mengisahkan babad Tanah Jawa, ialah sejarah Demak, Pajang, Mataram sampai Kartasura. Wayang Jawa tersebut tidak ada wayang bernama khusus dan pakaian wayang tergantung selera sang dalang. Wayang-wayang tersebut dibuat dari kulit yang ditatah serta disungging dan pementasanya dapat memakai atau tanpa kelir. Sebagai gamelan pengiring wayang ini dipakai gamelan Pelog dan gending-gending (lagu-lagu) diciptakan khusus yang pada umumnya merupakan gending ciptaan baru, tahun 1973.

Wayang Jawa (Jaka Tingkir)
Wayang Jawa (Jaka Tingkir)

Komentar