Ciri-ciri, Tolok Ukur, Sumber, dan Jenis Nilai Sosial

Nilai merupakan tujuan yang ingin dicapai. Nilai sosial ditentukan berdasarkan ukuran, patokan, anggapan, dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat dalam suatu lingkungan kebudayaan tertentu tentang apa yang pantas, luhur, dan baik, yang berdaya guna fungsional demi kebaikan hidup bersama.

Sosiologi merumuskan nilai berdasarkan data yang ditemukan di dalam masyarakat. Data itu diangkat dari pengalaman orang banyak, baik dari masa lampau maupun masa sekarang. Anggota masyarakat tentu mengalami sendiri atau bersama-sama, daya guna, gotong-royong, musyawarah, jembatan layang, lalu lintas, taman hiburan, dan sebagainya. Mereka menghargainya, baik secara terang-terangan, maupun diam-diam. Penghargaan yang mereka berikan itulah yang disebut nilai sosial.

a. Ciri-ciri Nilai Sosial
Beberapa ciri-ciri nilai sosial sebagai berikut.
  1. Nilai sosial merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi di antara para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara biologis atau bawaan sejak lahir.
  2. Nilai sosial dipelajari dan bukan bawaan lahir. Proses belajar dan pencapaian nilai-nilai itu sejak kanak-kanak melalui proses sosialisasi keluarga.
  3. Nilai sosial ditularkan dari suatu kelompok ke kelompok yang lain, melalui berbagai macam proses sosial. Bila nilai itu berwujud kebudayaan, dapat ditularkan melalui akulturasi, difusi, dan sebagainya.
  4. Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial. Nilai yang telah disetujui dan diterima secara sosial menjadi dasar tindakan dan tingkah laku, baik secara pribadi maupun secara kelompok, dan secara keseluruhan. Nilai juga membantu masyarakat agar dapat berfungsi baik. Sistem nilai sosial sangat penting untuk pemeliharaan kemakmuran dan kepuasan sosial bersama.
  5. Masing-masing nilai mempunyai efek yang berbeda terhadap orang perorangan dan masyarakat sebagai keseluruhan.
  6. Nilai dapat mempengaruhi pengembangan pribadi dalam masyarakat baik positif dan negatif.

b. Tolok Ukur Nilai Sosial
Tolok ukur nilai sosial, yaitu daya guna fungsional suatu nilai dan kesungguhan penghargaan, penerimaan, atau pengakuan yang diberikan oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat terhadap nilai sosial tersebut.

Disebut daya guna fungsional, sebab setiap objek dihargai menurut fungsinya dalam struktur dan sistem masyarakat yang bersangkutan. Jadi, penghargaan yang diberikan berbeda-beda, tergantung pada besar kecilnya fungsi. Presiden mendapat nilai sosial lebih tinggi daripada menteri sebab fungsi presiden dinilai lebih tinggi daripada fungsi menteri. Candi Borobudur dan Candi Mendut mendapat nilai sosial yang berbeda. Candi Borobudur dihargai lebih tinggi sebab dinilai mempunyai nilai sosiokultural yang lebih besar daripada Candi Mendut, Borobudur dikenal orang di seluruh dunia.

Dari kehidupan sehari-hari ternyata masyarakat terus berubah. Oleh karena itu, tidak ada tolok ukur nilai yang bersifat kekal yang ada dan dapat dibuat hanyalah tolok ukur sementara. Supaya tolok ukur nilai menjadi bersifat tetap, harus dipenuhi 2 syarat sebagai berikut.
  1. Penghargaan itu harus diberikan dan disetujui oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, jadi bukan didasarkan atas keinginan penilaian individu.
  2. Tolok ukur itu harus diterima sungguh-sungguh oleh minimal sebagian besar masyarakat.
Penghargaan dan kesungguhan penerimaan itu harus diketahui dan diukur berdasarkan kuantitas dan kualitas, pengorbanan yang dilakukan masyarakat. Untuk mempertahankan kelestarian tolok ukur itu, juga harus ada sanksi yang dikenakan apabila ada yang melanggar kesepakatan bersama. Di samping itu manusia juga dapat mengetahui intensitas penerimaan itu dari luapan emosi masyarakat, apabila ada tindakan yang akan menghancurkan.

c. Sumber-sumber Nilai Sosial
Nilai sosial bersumber dari daya guna fungsional yang diakui dan diberikan masyarakat kepada segala kreasi manusia yang disebut kebudayaan. Sumber itu terletak di luar orang atau barang yang dihargai itu. Sumber nilai sosial terletak di dalam masyarakat itu sendiri, sejauh masyarakat mengetahui dan mengalami kegunaan atau jasa-jasa orang dan barang tersebut. Sumber nilai yang terletak di luar orang atau benda yang bernilai itu disebut sumber ekstrinsik.

Selain sumber ekstrinsik, ada pula sumber intrinsik. Pada masyarakat sebagian terdapat golongan manusia yang sejak lahir belum pernah menunjukkan jasa bagi masyarakat. Mereka para penyandang cacat tubuh, mental, dan yatim piatu. Mereka disebut orang-orang yang tidak mempunyai daya guna fungsional bagi masyarakat, tetapi ternyata ada anggota masyarakat mau menyisihkan waktu dan uang bagi mereka, mengasuh, dan merawat mereka.
Kesediaan sejumlah orang untuk mengasuh mereka sama sekali tidak didasarkan pada daya guna fungsional yang praktis tidak mereka miliki, melainkan pada nilai harkat dan martabat manusia. Dapat dikatakan bahwa nilai intrinsik dari nilai sosial adalah harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Mutu dan nilai manusia diakui lebih tinggi daripada makhluk-makhluk lain karena manusia merupakan makhluk yang berpribadi. Manusia mempunyai hak-hak azasi yang tidak dapat dilanggar, tetapi harus dihormati dan dijunjung tinggi. Manusia berhak dilindungi undang-undang, bila manusia terlantar dan menderita, ia mempunyai hak untuk mendapat pertolongan dari sesama manusia. Di dalam masyarakat, nasional maupun internasional, banyak ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, seperti diskriminasi, perbudakan, dan perang.

d. Jenis-jenis Nilai Sosial
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, nilai dapat dibagi atas tiga jenis sebagai berikut.
  1. Nilai material, yaitu segala benda yang berguna bagi manusia.
  2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat hidup dan mengadakan kegiatan.
  3. Nilai spiritual, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian dibedakan lagi menjadi empat macam, yaitu:
  • nilai moral (kebaikan) yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan (karsa, etika);
  • nilai religius, yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak;
  • nilai kebenaran (kenyataan) yang bersumber dari unsur akal manusia; dan
  • nilai keindahan, yang bersumber dari unsur rasa manusia atau perasaan (estetis).

Komentar