Kitab Manik Maya

Kitab Manik Maya ini ditulis pada jaman Kartasura, penulisnya bernama Kartamursadah. Kitab ini bermacam-macam isinya. Bagaian awal kitab ini menceritakan terjadinya dunia dengan berbentuk tembang yaitu tembang Dhandhanggula.

Lumaksana sekar sarkara mrih,
Pininta maya maya’ng geng ulah,
Kang minangka pituture,
Duk masih awing-awang,
Durung ana bumi langit,

Nanging Sang Hyang Wisesa,
Kang kocap rumuhun,
Meneng samadyaning jagad,
Datan arsa masik jroning tyas maladi,
Ening aneges karsa.

Amurweng anggana ‘ngganya titis,
Titising driya tan ana kang liyan,
Pribadi dating asuwe,
Miyarsakken swara sru,
Tan katingal uninya kadi,
Genth, sakala kagyat,
Sarya non antelu,
Gumantung neng awang-awang,
Gya cinandhak sinanggeng asta pinusthi,
Dadya tigang prakara.

Saprakara dadya bumi langit,
Saprakarane teja lan cahya,
Manik maya katigane,
Kalih para samya sujud,
Ing padane sang maha muni,
Sang Hyang Wisesa mojar,
Dhateng Sang Hyang Guru,
Eh Manik wruhanireki,
Sira iku ananingsun ingsun iki,
Estu kahananira,
Ingsun pracaya saklir-kalir,
Saisine jagad pramudita,
Sira wenang ndadekake…...

Terjemahan:
Dibimbing oleh tembang sarkara (Dhandhang gula) yang
senantiasa,
Diharapkan keindahannya untuk setiap kerja,
Adapun buah tuturnya ialah kisah ketika masih kosong
(awang-uwung),
Belum ada bumi dan langit,
Tapi yang tersebut dahulu ialah Hyang Wasesa,
Yang berdiam diri di tengah-tengah jagad,
Tidak bergerak karena sedang memuja dalam hatinya,
Tenang diam bertanyakan kehendak Tuhan,
Membina seorang diri tertujukan dirinya,
Tujuan hati tiada yang lain.
Diawali di angkasa dengan tepat,
Tepat dilubuk yang dalam dan tak ada yang lain sendirinya
juga,
Tak lama diantaranya,
Terdengarlah suara nyaring suatupun tiada kelihatan,
Bunyinya seperti genta seketika terkejut,
Serta kepada telur,
Bergantung di angkasa,
Segera ditangkap disangganya di tangan diremasremasnya
berubah sifatnya,
Menjadi 3 macam.

Satu kali yang pertama menjadi bumi dan langit,
Satunya lagi menjadi teja dan cahaya,
Yang ketiganya menjadi Manik maya,
Yang dua itu sama-sama sujud,
Pada kaki sang Maha Muni,
Sang Hyang Wisesapun bersabda,
Kepada Hyang Guru,
Wahai Manik ketahuilah,
Bahwa sebenarnya kamu adalah Aku,
Aku ada padamu,
Kami percaya akan segela kehendakmu,
Sekalian isi jagad raya ini,
Padamulah akan membuatnya….

Kitab Manik Maya
Dari kalimat-kalimat di atas menyatakan bahwa Sang Manik itu adalah Sang Batara Guru. Sedang Sang Maya adalah Sang Hyang Semar Badranaya. Di dalam kitab Manik Maya ini juga berisi tentang terjadinya Batara Kanekaputra yang di sebut juga Sang Hyang Narada . Cerita lain yang juga dimuat di dalamnya adalah cerita tentang Ajisaka.

Empu Brahma kedali sampun ayogya (ayoga), wasta Sang
Anggajali. Anggajali putra, jalu wus pinarahan nama Empu
Sangka Adi masuk Islam, njabat jengira nabi. Punika kang
Mencaraken aksara Jawa…….

Terjemahan :
Empu Brahma Kedali sudah berputera bernama Sang Anggajali.
Anggajali berputera laki-laki dinamai Empu Sangka
Adi masuk Islam, dan menjadi sahabat nabi junjungannya.
Ialah yang Menyebarkan huruf Jawa……...

Demikianlah cerita tentang Sangka Adi yang membuat sejarah asal-usul huruf Jawa berjumlah 20 huruf. Dalam kitab-kitab tentang huruf Jawa yang lebih muda, Empu Sangka Adi ini berubah menjadi Ajisaka. Isi yang lain dalam kitab Manik Maya adalah:

…….. Sang Prabu Mendhang kamulan, enget dhateng riwayat
kondur tan aris, lawan sabalanira. Celeng kutila samya
beriki, kang kacandak gigire karowak saya sanget palayune,
prasamnya rebut dhucung, sampun tebih prapteng jro
puri, sri bupati sineba, pepak punggawa gung jaka Puring
aneng ngarsa …….

Terjemahan :
…….. Sang Prabu Mendhang kamulan, ingat akan riwayat,
pulang tergesa-gesa beserta sekalian bala tentaranya. Babi
dan kera semua mengusir, yang terlanggar parah parah
punggungnya makin kencanglah lari, mereka dahulu mendahului,
telah jauh tiba di istana, mereka menghadap sang
raja, penuh orang-orang besar jaka Puring duduk di depan…..

Dan masih banyak lagi isi atau muatan yang mewarnai kitab Manik Maya tulisan Kartamursadah yang termasuk kitab-kitab sastra di jaman Islam Kartasura.

Komentar