Dasar dan Bentuk Masyarakat Hukum Adat

Apabila setiap Masyarakat Hukum Adat ditelaah secara seksama maka masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya. Soepomo mengatakan masyarakat-masyarakat hukum adat Indonesia dapat di bagai menjadi 2 (dua dasar) golongan menurut susunannya, yaitu yang berdasarkan pertalian suatu keturunan (dasar Genealogi) dan yang berdasarkan lingkungan daerah (Teritorial) dan yang berdasarkan keturunan dan lingkungan daerah (dasar genealogis & teritorial) (Soerjono Soekanto, 2012: 95).

Dari sudut bentuknya, Masyarakat Hukum Adat ada yang berdiri sendiri, ada yang menjadi bagian dari Masyarakat Hukum Adat yang lebih tinggi dan ada bentuk yang merupakan perserikatan dari beberapa Masyarakat Hukum Adat yang sederajat.

Masing-masing bentuk Masyarakat Hukum Adat tersebut, dapat dinamakan sebagai Masyarakat Hukum Adat tunggal, bentuk bertingkat, dan bentuk berangkai sebagaimana skema berikut.
Masing-masing bentuk Masyarakat Hukum Adat tersebut, dapat dinamakan sebagai Masyarakat Hukum Adat tunggal, bentuk bertingkat, dan bentuk berangkai sebagaimana skema berikut.


Faktor genealogis masih dominan dalam masyarakat hukum adat di Indonesia, yang kemudian melahirkan masyarakat yang patrilineal, yaitu masyarakat yang bercorak “kebapakan” atau matrilineal, yaitu masyarakat yang bercorak “keibuan”, atau parental, masyarakat yang berdasarkan garis keturunan orang tua (bapak dan ibu).


1. Masyarakat Hukum Genealogis

Masyarakat hukum genealogis adalah bentuk kelompok masyarakat yang para anggotanya terikat oleh garis keturunan yang sama dari satu leluhur baik secara langsung karena hubungan darah atau pertalian karena perkawinan. Pertalian karena genealogis ini, dibedakan atas 3 (tiga) pertalian keturunan, yaitu:

  1. Patrilineal, yaitu masyarakat hukum menurut garis keturunan laki-laki, di mana susunan pertalian masyarakat tersebut ditarik menurut garis keturunan bapak. Bentuk masyarakat ini terdapat pada masyarakat suku Batak, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian.
  2. Matrilineal, yaitu masyarakat hukum menurut garis perempuan, masyarakat yang tersusun berdasarkan garis keturunan ibu. Bentuk masyarakat seperti ini, terdapat pada masyarakat Minangkabau, masyarakat Kerinci, Semendo di Sumatera Selatan dan beberapa suku di Timor.
  3. Bilateral/Parental, yaitu masyarakat yang tersusun menurut garis keturunan orang tua, yaitu bapak dan ibu secara bersama-sama. Disebut bilateral karena terdiri dari keturunan ibu dan bapak. Bentuk masyarakat seperti ini, terdapat pada suku Bugis dan umumnya masyarakat di Sulawesi, Dayak, dan Jawa.


2. Masyarakat Hukum Teritorial

Masyarakat hukum teritorial adalah masyarakat hukum yang anggota-anggotanya terikat pada hukum suatu wilayah atau hukum daerah tempat tinggal yang sama atau kediaman tertentu. Pertalian ikatan di antara anggotanya karena dilahirkan, tumbuh dan berkembang hingga dewasa di tempat yang sama. Terdapat 3 (tiga) bentuk masyarakat hukum teritorial, sebagai berikut:
  1. Masyarakat hukum disebut persekutuan desa, merupakan tempat tinggal bersama, di mana warga terikat pada suatu tempat tinggal yang meliputi desa-desa atau perkampungan di mana semua tunduk pada pimpinan tersebut. Contoh desa-desa di Jawa dan Bali. Desa di Jawa mempunyai persekutuan hukum yang mempunyai tata susunan tetap, ada pengurus adat, ada wilayah adat, ada harta benda adat, dan umumnya tidak mungkin untuk dibubarkan.
  2. Masyarakat hukum disebut persekutuan daerah, merupakan kesatuan dari beberapa tempat kediaman/wilayah, yang masing-masing pimpinan sendiri. Bentuk seperti ini, misalnya nagari di Minangkabau, marga di Sumatera Selatan, Lampung, dan kuria di Tapanuli.
  3. Masyarakat hukum disebut perserikatan desa, gabungan dari beberapa desa atau marga yang terletak berdampingan, di mana masing-masing berdiri sendiri. Beberapa desa ini bergabung untuk melakukan kerja sama untuk kepentingan bersama, seperti subak di Bali.


3. Masyarakat Hukum Genealogis-Teritorial

Masyarakat genealogis-teritorial adalah kesatuan masyarakat yang para anggotanya tidak saja terikat pada kediaman, tetapi juga terikat pada hukum hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah dan/atau kekerabatan. Bentuk masyarakat seperti ini, terdapat pada masyarakat kuria dengan huta-huta pada masyarakat Tapanuli Selatan, umi di Mentawai, euri di Nias, nagari di Minangkabau, marga dengan dusun-dusun di Sumatera Selatan, marga dengan tiyuh-tiyuh di Lampung (Djamanat Samosir, 2012: 82-83).

Komentar