Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sistem adalah susunan yang teratur dari berbagai unsur yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas atau kesatuan pengertian. Menurut Soepomo, tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kesatuan begitu pun dengan Hukum Adat.
Untuk dapat memahami sistem Hukum Adat harus memahami cara berpikir masyarakat Indonesia. Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa sifat Hukum Adat adalah sederhana, kontan, dan konkret. Menurut Hukum Adat, semua hubungan-hubungan hukum adalah bersifat konkret atau nyata dapat dilihat dalam jual beli tanah di mana persetujuan (kesepakatan) dan penyerahan hak (levering) sebagai satu kesatuan yang tidak terpisah. Di dalam sistem Hukum Eropa pemindahan sistem hak milik akan terjadi apabila barangnya sudah diserahkan kepada si pembeli, artinya antara persetujuan dengan penyerahan (levering) merupakan sesuatu sistem perbuatan yang terpisah.
Sistem Hukum Adat mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Tidak membedakan Hukum Publik dan Hukum Privat. Berbeda dengan Hukum Eropa yang membedakan antara hukum hukum yang bersifat Publik dan hukum yang bersifat Privat. Di mana Hukum Publik yang menyangkut hukum kepentingan umum dan Hukum Privat yang mengatur kepentingan perorangan atau mengatur hubungan antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Di dalam Hukum Adat tidak mengenal pembedaan seperti itu.
- Tidak membedakan hak kebendaan (zakelijke rechten) & hak perseorangan (personlijke rechten) menurut Hukum Barat (Eropa) setiap orang yang mempunyai hak atas suatu benda ia berkuasa atau bebas untuk berbuat terhadap benda miliknya itu karena mempunyai hak perseorangan atas hak miliknya tersebut, tetapi menurut Hukum Adat, hak kebendaan dan hak perseorangan itu tidak bersifat mutlak sebagai hak pribadi oleh karena berkaitan dengan hubungan kekeluargaan dan kekerabatannya.
- Tidak membedakan pelanggaran perdata dan pidana. Di dalam Hukum Adat apabila terjadi pelanggaran hukum perdata dan pelanggaran hukum pidana diputuskan sekaligus oleh fungsionaris hukum (ketua adat atau kepala desa). Hal ini berbeda dengan hukum barat di mana pelanggaran perdata diperiksa dan diputuskan oleh hakim perdata sementara pelanggaran yang bersifat pidana diperiksa dan diputuskan oleh hakim pidana.
Perbedaan kedua sistem hukum tersebut disebabkan karena hal-hal sebagai berikut:
- Corak serta sifat yang berlainan antara Hukum Adat dengan Hukum Barat (Eropa);
- Pandangan hidup yang mendukung kedua macam hukum itu pun berbeda (Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia, 2008: 42-44).
Djojodinegoro (dalam Soerjono Soekanto, 2012: 127-128) menulis bahwa Hukum Adat memandang masyarakat sebagai paguyuban, artinya sebagai satu kesatuan hidup bersama, di mana manusia memandang sesamanya sebagai tujuan, interaksi manusia dengan sesamanya dengan segala perasaannya, sebagai cinta, benci, simpati, antipati, dan sebagainya yang baik dan yang kurang baik. Sebagai manusia yang sangat menghargai sifat hubungan damai dengan sesama manusia, oleh karenanya berusaha menyelesaikan secara damai setiap perbedaan pendapat yang terjadi, secara kompromi, tidak hanya melihat benar salah, tetapi lebih pada keberlanjutan hubungan baik di masa datang.
Pada dasarnya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang menginginkan hidup yang damai/tenang dengan susunan yang harmonis, sebagaimana yang ada dalam alam pikiran tradisional yang bersifat kosmis, yang beranggapan bahwa manusia merupakan bagian dari alam, yang dalam kehidupannya tidak mengalami proses pemisahan antara berbagai bidang kehidupan (politik, ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya). Alam pikiran tersebut tergambar dalam hukum adat, sehingga unsur-unsur pokok alam pikiran tradisional tersebut menjadi bagian dalam sistem hukum adat.
Sistem hukum Adat, terdiri atas unsur-unsur pokok:
- kepercayaan,
- perasaan,
- tujuan,
- kaidah,
- kedudukan, peranan dan pelaksanaan peranan,
- tingkatan atau jenjang,
- sanksi,
- kekuasaan, dan
- fasilitas (Soerjono Soekanto, 2012: 132).
Unsur-unsur pokok sebagaimana diuraikan Soerjono Soekanto tersebut, tercermin dalam empat corak hukum Adat sebagaimana dikemukakan Holleman.
Sistem Hukum suatu negara merupakan cerminan dari kebudayaan suatu bangsa, budaya yang berbeda, sistem hukum yang berlaku berbeda pula. Menurut Sunaryati Hartono (Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat, 1991:15) bahwa pendekatan dalam sistem hukum Inggris yang bersifat konkrit, empiris pragmatis, dan tidak membeda-bedakan secara tajam antara lapangan hukum perdata dan lapangan hukum publik, seperti pendekatan yang terdapat dalam hukum adat. Sistem common law tak lain dari sistem hukum adat, hanya berbeda sumbernya.
Sistem hukum adat bahan atau sumbernya berasal dari hukum Indonesia asli, sistem common law sumbernya banyak unsur-unsur hukum Romawi kuno, yang telah mengalami reception in complexu. Common law di Inggris berkembang sejak permulaan Abad ke XI, di mana Raja (William The Qonqueror) memberlakukan peradilan yang menyelesaikan kasus-kasus perselisihan dengan cara damai, menggunakan Justice of the peace (juru damai). Jika dibandingkan dengan kondisi di Indonesia, hampir sama dengan yang dilakukan oleh sistem hukum adat, di mana penyelesaian persoalan dilakukan oleh “peradilan adat” atau “peradilan desa” yang dipimpin oleh ketua adat atau kepala desa.
Jika di bandingkan dengan Civil law di Eropa Barat dan wilayah-wilayah yang pernah dikuasai bangsa Eropa, sistem hukum pada dasarnya berinduk pada Hukum Romawi. Sementara sistem Common Law(Anglo Saxon) dan wilayah yang pernah menjadi jajahan Inggris, bersumber dari peradilan yang pada umumnya berasal dari keputusan-keputusan hakim. Istilah Common Law merupakan hukum yang disebut sebagai Judge Made law, yang berbeda dengan Civil law yang merupakan statury law.
Indonesia adalah pewaris hukum yang berasal dari Belanda yang menganut sistem Eropa Kontinental. Karena itu di Indonesia perundang-undangan menjadi sendi utama dalam pembentukan hukum (merupakan hasil rumusan dalam Pembinaan Hukum Nasional).
Pada umumnya negara-negara sedang berkembang, sistem hukum yang berlaku adalah hukum tradisional dan hukum modrn. Negara berkembang pada umumnya sistem hukum yang berlaku bersifat pluralistis, di mana sistem hukum tradisional modern berjalan berdampingan dengan sistem hukum modern. Para pakar mengartikan pluralistis adalah paham yang menegaskan bahwa hanya ada satu fakta kemanusiaan, yaitu keragaman, heterogenitas, dan kemajemukan.
Jika dibandingkan dengan Sistem Hukum Adat, sifat-sifat umum Hukum Modern adalah, sebagai berikut:
- Hukum modern terdiri dari peraturan-peraturan yang penerapannya berlaku umum terhadap siapa saja, tidak membedakan agama, suku bangsa, kasta dan jenis kelamin;
- Bersifat transaksional;
- Bersifat universalitas;
- Bersifat hierarkis;
- Hukum Modern diorganisasikan secara birokratis;
- Bersifat rasional, bahwa hukum dinilai dari kualitas fungsionalnya bukan dari segi formalnya;
- Bersifat profesional, artinya dijalankan oleh individu yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidangnya;
- Fleksibel, memuat tata cara untuk melakukan peninjauan sesuai kebutuhan masyarakat;
- Tugas menemukan hukum dan menerapkan hukum dipisahkan antara tugas eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Komentar
Posting Komentar
Dengan menggunakan kolom komentar atau kotak diskusi berikut maka Anda wajib mentaati semua Peraturan/Rules yang berlaku di situs plengdut.blogspot.com ini. Berkomentarlah secara bijak.