Pengertian Local Goverment, Pemerintah serta Pemerintahan Lokal dan Otonomi Daerah

Pada artikel plengdut.com sebelumnya telah dipaparkan pengertian mengenai materi sentralisasi, dekonsentrasi, desentralisasi, dan tugas pembantuan sekarang Anda kami ajak untuk memahami konsep local government. Konsep local government berasal dari Barat. Untuk itu, pengertian konsep ini harus Anda pahami sebagaimana orang Barat memahaminya.

Bhenyamin Hoessein (2001: 3) menjelaskan bahwa local government dapat mengandung tiga arti. 
  1. Pertama, local government berarti pemerintah lokal (local). 
  2. Kedua, local government berarti pemerintahan lokal yang dilakukan oleh pemerintah lokal (local).
  3. Ketiga, local government berarti daerah otonom. 

Local government dalam pengertian arti pertama menunjuk pada lembaga/organnya. Maksudnya local government adalah organ/badan/organisasi pemerintah di tingkat daerah. Dengan kata lain, pemerintah wadah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di daerah. Dalam arti ini, istilah local government sering dipertukarkan dengan istilah local authority (UN: 1961). Baik local government maupun local authority, keduanya menunjuk pada council dan major (dewan dan kepala daerah) yang rekrutmen pejabatnya atas dasar pemilihan.  

Local government dalam artian makna kedua menunjuk pada pengertian fungsi/kegiatannya. Dalam arti ini local government sama dengan Pemerintahan Daerah, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Nah, dengan pengertian ini kami harap Anda sudah secara tepat dapat membedakan antara pengertian Pemerintah Daerah dan Pemerintahan Daerah. 

Local government baik dalam pengertian sebagai organ maupun fungsi tidak sama dengan pemerintah pusat yang mencakup fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif. Pada local government hampir tidak terdapat cabang dan fungsi judikatif (Antoft dan Novack: 1998). Istilah legislatif dan eksekutif juga tidak lazim digunakan pada local (lokal) government. Istilah yang lazim digunakan dalam lokal / local government adalah fungsi pembentukan kebijakan (policy making function) dan fungsi pelaksanaan kebijakan (policy executing function). Fungsi pembentukan kebijakan dilakukan oleh pejabat yang dipilih melalui pemilu, sedangkan fungsi pelaksanaan kebijakan dilakukan oleh pejabat yang diangkat/birokrat lokal (dalam Bhenyamin Hoessein, 2001: 10).   

Local government dalam pengertian ketiga, yaitu sebagai daerah otonom dapat disimak dalam definisi yang diberikan oleh The United Nations Division of Public Administration, yaitu subdivisi politik nasional yang diatur oleh hukum dan secara substansial mempunyai kontrol atas urusan-urusan lokal, termasuk kekuasaan untuk memungut pajak atau memecat pegawai untuk tujuan tertentu. Badan pemerintah ini secara keseluruhan dipilih atau ditunjuk secara lokal.... (United Nations; 1961:11).  

Dalam pengertian ini local government memiliki otonomi (lokal), dalam arti self government, yaitu mempunyai kewenangan mengatur (rules making = regeling) dan mengurus (rules aplication = bestuur) kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri. Dalam istilah administrasi publik masing-masing wewenang tersebut lazim disebut wewenang membentuk kebijakan (policy making) dan wewenang melaksanakan kebijakan (policy executing) (Bhenyamin Hoessein, 2002). Mengatur merupakan perbuatan menciptakan norma hukum yang berlaku umum. 

Dalam konteks otonomi daerah, norma hukum tertuang dalam Peraturan Daerah dan Keputusan KDH yang bersifat pengaturan. Sedangkan mengurus merupakan perbuatan menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi konkret dan individual (beschikking) atau perbuatan material berupa pelayanan dan pembangunan objek tertentu (dalam Bhenyamin Hoessein, Artikel, 2002).
Dalam konteks otonomi daerah, norma hukum tertuang dalam Peraturan Daerah dan Keputusan KDH yang bersifat pengaturan. Sedangkan mengurus merupakan perbuatan menerapkan norma hukum yang berlaku umum pada situasi konkret dan individual (beschikking) atau perbuatan material berupa pelayanan dan pembangunan objek tertentu (dalam Bhenyamin Hoessein, Artikel, 2002).

Pemerintahan dilaksanakan badan daerah

Harris menjelaskan bahwa pemerintahan daerah (local self-government) adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh badan-badan daerah yang dipilih secara bebas dengan tetap mengakui supremasi pemerintahan nasional. Pemerintahan ini diberi kekuasaan, diskresi (kebebasan mengambil kebijakan), dan tanggung jawab tanpa dikontrol oleh kekuasaan yang lebih tinggi. Namun pemerintahan daerah tetap pada supremasi pemerintahan tingkat nasional.

Unsur pemerintahan Taples & De Guzman

De Guzman dan Taples menyebutkan unsur-unsur pemerintahan daerah, yaitu sebagai berikut.
  • Pemerintahan daerah adalah subdivisi politik dari kedaulatan bangsa atau negara.
  • Pemerintahan daerah diatur oleh hukum. 
  • Pemerintahan daerah mempunyai badan pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat.
  • Pemerintahan daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundangan.
  • Pemerintahan daerah memberikan pelayanan dalam wilayah jurisdiksinya.

Dengan merujuk pada uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah berhubungan dengan pemerintahan pemerintahan daerah otonom (self local government). Pemerintahan daerah otonom adalah pemerintahan daerah yang badan pemerintahan nya dipilih oleh penduduk setempat dan pemerintahan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri berdasarkan peraturan perundangan dan tetap mengakui supremasi dan kedaulatan nasional.  

Oleh karena itu, hubungan pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya tidak bersifat hierarkis, tetapi sebagai sesama badan publik. Demikian pula hubungan antara pemerintah daerah dengan Pemerintah Pusat yaitu hubungan sesama organisasi publik. Harus diingat bahwa sekalipun hubungan antara pemerintah daerah dengan Pemerintah Pusat merupakan hubungan antar-organisasi, namun keberadaannya merupakan sub-ordinat dan dependent terhadap Pemerintah Pusat (dalam Bhenyamin Hoessein, 2001).

Pemerintahan & Rumah Tangga Daerah

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besar batas kepentingan masyarakat yang dapat diatur dan diurus oleh kesatuan masyarakat hukum yang bersangkutan? Nah, di sini kita berjumpa dengan ajaran isi dan luas rumah tangga daerah. The Liang Gie (1958: 30) menjelaskan bahwa isi dan luas rumah tangga dapat dilihat dalam 3 bentuk, yaitu sebagai berikut.
  1. Rumah tangga materiil (materiele huishoudingsbegrip) yaitu pembagian  kewenangan secara terperinci antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang diatur dalam undang-undang pembentukannya. Maksudnya begini, misal kewenangan itu terdiri atas urusan a, b, c, d, dan seterusnya. Nah, kewenangan-kewenangan tersebut lalu dibagi secara tegas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Misal kewenangan untuk mengurus a dan b merupakan kewenangan Pemerintah Pusat dan kewenangan untuk mengurus c, dan d merupakan kewenangan Pemerintah Daerah.  
  2. Rumah tangga formal (formale houshoudingsbegrip) ialah pembagian tugas antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atas dasar pertimbangan rasional dan praktis. Di sini tidak ada perbedaan yang tegas antara apa yang menjadi kewenangan pusat dan daerah. Daerah diserahi urusan-urusan tertentu oleh pusat bukan karena secara materiil urusan-urusan tersebut harus diserahkan, tetapi karena diyakini bahwa urusan-urusan yang diserahkan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Jadi, urusan-urusan rumah tangga tidak diperinci secara nominatif dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditentukan dalam rumusan umum. Rumusan umum ini hanya mengandung prinsip-prinsipnya saja, sedangkan pengaturan selanjutnya diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Lalu bagaimana menentukan urusan pusat dan urusan daerah? Masalah ini diserahkan sepenuhnya kepada prakarsa dan inisiatif daerah. Di sini pemerintah daerah memiliki keleluasaan gerak (vrije taak) untuk mengambil inisiatif, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan daerahnya. Namun, semuanya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku. 
  3. Rumah tangga riil (reel houshoudingsbegrip), ajaran ini merupakan jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiil dan rumah tangga formal. Rumah tangga riil berangkat dari konsepsi bahwa pelimpahan wewenang kepada daerah harus didasarkan pada faktor-faktor riil di daerah, seperti kemampuan daerah, potensi alam, keadaan penduduk. Dalam ajaran ini, dikenal adanya kebijakan pemberian urusan pangkal dan urusan tambahan. Maksudnya pada saat pembentukannya, undang-undang yang mengaturnya telah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga yang merupakan urusan pangkal/pokok sebagai modal awal disertai segala atribut, wewenang, personal, perlengkapan, dan pembiayaan. Kemudian, sejalan dengan kemampuan dan kesanggupan serta perkembangan daerah yang bersangkutan secara bertahap urusan-urusan tersebut dapat ditambah.  

Berdasarkan penjelasan di depan maka dapat disimpulkan bahwa Daerah yang menerima penyerahan wewenang dari Pusat dengan cara desentralisasi atau devolusi menjadi daerah otonom. Daerah ini disebut daerah otonom karena penduduknya berhak mengatur dan mengurus kepentingannya berdasarkan prakarsanya sendiri. Maksudnya daerah tersebut memiliki kebebasan untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan rumah tangganya (kepentingannya sendiri) yang diperbolehkan oleh undang-undang tanpa mendapat campur tangan langsung dari pemerintah pusat. Di sini posisi pemerintah pusat hanya mengarahkan, mengawasi, dan mengendalikan agar penyelenggaraan otonominya tetap dalam koridor peraturan perundangundangan yang ditetapkan.

Siapakah yang mengisi penyelenggaraan urusan rumah tangga pada daerah otonom? Hal yang menentukan adalah masyarakat daerah otonom tersebut. Sebab pada hakikatnya yang diberi otonomi adalah masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, bukan daerah atau pemerintah daerah. Karena itu, dalam daerah otonom masyarakat sendiri yang menentukan cara mengatur dan mengurus kepentingannya (otonomi). Untuk itu, masyarakat memilih wakilwakilnya untuk duduk dalam lembaga perwakilan, memilih kepala daerahnya secara langsung atau melalui lembaga perwakilan, membuat program, dan mengawasi jalannya pemerintahan.  

Di depan sudah dijelaskan bahwa daerah otonom terbentuk karena adanya desentralisasi/devolusi. Dengan desentralisasi/devolusi maka terbentuklah sebuah daerah dengan batas-batas yang jelas yang masyarakatnya diakui sebagai kesatuan masyarakat hukum. Karena itu, daerah ini dapat melakukan tindakan hukum seperti memiliki harta benda, membeli/menjual/menyewa barang, melakukan perjanjian dengan pihak lain, menuntut. Untuk melakukan tindakan hukum, daerah otonom diwakili oleh kepala daerahnya. Kedudukan daerah otonom yang dapat menjadi subjek hukum/melakukan tindakan hukum menjadikan daerah otonom dianggap sebagai rechtpersoon, yaitu dianggap seperti orang. Karena seperti orang maka ia dapat menjadi subjek hukum.  

Contoh daerah otonom adalah Kabupaten & Kota. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota menganut asas desentralisasi. Dengan digunakannya asas desentralisasi pada Kabupaten & Kota maka kedua daerah tersebut menjadi daerah otonom penuh. Hal ini berbeda dengan status Kabupaten dan Kota di bawah Undang-undang  Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Di bawah undang-undang ini Kabupaten dan Kota di samping sebagai daerah otonom juga sebagai daerah/wilayah administrasi.

Jadi, campuran antara daerah otonom dan daerah (wilayah) administrasi, bukan daerah otonom penuh. Itulah sebabnya pada waktu itu nomenklatur untuk kedua daerah tersebut menggunakan nama Kabupaten Daerah Tingkat II & Kotamadya Daerah Tingkat II. Kabupaten dan Kotamadya merujuk pada daerah (wilayah) administrasi & Daerah Tingkat II merujuk pada daerah otonom. Sekarang istilah Daerah Tingkat II untuk daerah Kabupaten dan Kotamadya (telah berubah menjadi Kota saja) tidak digunakan lagi karena Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tidak menggunakan otonomi bertingkat.  

Contoh wilayah otonom di luar negeri: Gemeente di Belanda dan County dan District di Inggris. Baik Gemeente, County, maupun District semuanya berasas desentralisasi. Karena itu, ketiga daerah tersebut adalah daerah otonom penuh. Lain lagi dengan daerah di Perancis. Di Perancis terdapat daerah Commune. Commune berdasarkan asas dekonsentrasi dan desentralisasi. Oleh karena itu, Commune adalah wilayah otonom sekaligus daerah administrasi. Commune mirip dengan Kabupaten/Kotamadya di bawah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah.  

Perbedaan otonomi dan otonom

Dalam daerah otonom dibentuk pemerintahan daerah. Pemerintahan wilayah otonom adalah pemerintahan daerah yang badan pemerintahan nya dipilih oleh penduduk setempat dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri berdasarkan peraturan perundangan dan tetap mengakui supremasi dan kedaulatan nasional. Misal di Kabupaten dan Kota dibentuk Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Bupati dan Walikota dipilih oleh rakyat sendiri melalui DPRD. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya.  

Sekarang apa bedanya daerah otonom dengan otonomi wilayah? Daerah otonom menunjuk pada daerah/tempat, sedangkan otonomi daerah menunjuk pada isi otonomi/kebebasan masyarakat. Charles Eisenmann menjelaskan bahwa otonomi adalah kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dengan tetap menghormati perundang-undangan (dalam Hoessein; 1993: 75).

Sementara The Liang Gie menjelaskan otonomi adalah wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan sekelompok penduduk yang berdiam dalam suatu lingkungan wilayah tertentu yang mencakup mengatur, mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan pelbagai hal yang perlu bagi kehidupan penduduk (dalam Hoessein; 1993: 76).  

Jadi, otonomi adalah hak yang diberikan kepada penduduk yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu untuk mengatur, mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan urusannya sendiri dengan tetap menghormati perundangan yang berlaku. Dengan demikian, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu wilayah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan, dan mengembangkan urusannya sendiri dengan tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku.

Komentar