SENTRALISASI
Negara kita adalah negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan negara adalah tunggal. Artinya, tidak ada kesatuan-kesatuan pemerintahan di dalamnya dimana mempunyai kedaulatan. Dalam istilah Penjelasan UUD 1945 Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat Staat, Negara. Dalam negara kesatuan kedaulatan dimana melekat pada rakyat, bangsa, & Negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan. Kesatuan-kesatuan pemerintahan lain di luar Pemerintah tidak memiliki apa yang disebut oleh R. Kranenburg sebagai “pouvoir constituant”, kekuasaan demi membentuk UUD/UU dan organisasinya sendiri. Hal inilah penyebab perbedaan negara kesatuan dengan negara federal. Negara federal adalah negara majemuk sehingga masing- masing negara bagian mempunyai kekuasaan membentuk UUD/UU. Sedangkan perbedaan negara kesatuan adalah negara tunggal (dalam Bhenyamin Hoessein, 2002).
Meskipun demikian, penyelenggaraan pemerintahannya dilakukan dengan membentuk organisasi-organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah daerah. Pemerintah Daerah bukan negara bagian seperti dalam negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem negara kesatuan adalah subdivisi pemerintahan nasional. Pemerintah Daerah tidak memiliki kedaulatan sendiri sebagaimana negara bagian dalam perbedaan sistem federal. Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent & sub-ordinat, sedangkan hubungan negara bagian dengan negara federal/pusat dalam negara federal adalah independent dan koordinatif.
Berdasarkan konsepsi demikian maka pada dasarnya kewenangan pemerintahan baik politik maupun administrasi dimiliki secara tunggal oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah hakikatnya tidak mempunyai kewenangan pemerintahan. Pemerintah Daerah baru mempunyai kewenangan setelah memperoleh penyerahan dari Pemerintah Pusat (desentralisasi/ devolusi).
Nah, hubungan kewenangan antara Pusat & Daerah dalam sistem negara kesatuan ini melahirkan konsep sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi adalah pemusatan semua kewenangan pemerintahan (politik dan administrasi) pada Pemerintah Pusat (sentral a.k.a sentralisasi). Pemerintah Pusat adalah Presiden dan para Menteri. Jika suatu negara memusatkan semua kewenangan pemerintahannya pada tangan Presiden & para Menteri, tidak dibagi-bagi kepada pejabatnya di daerah dan/atau pada daerah otonom maka disebut sentralisasi.
Kewenangan dimana dipusatkan di tangan Presiden & para Menteri (Pemerintah Pusat) tadi adalah kewenangan pemerintahan (sentralisasi pemerintahan), bukan kewenangan lain (legislatif & judikatif). Kewenangan pemerintahan itu ada 2 jenis, yaitu kewenangan politik dan kewenangan administrasi. Kewenangan politik adalah kewenangan membuat kebijakan, sedangkan kewenangan administrasi adalah kewenangan melaksanakan kebijakan. Misal Presiden Megawati menetapkan Program Kabinet Gotong Royong adalah contoh kewenangan politik, sedangkan kebijakan yang ditetapkan para Menteri demi melaksanakan Program Kabinet Gotong Royong tersebut adalah contoh kebijakan administrasi.
Dalam sentralisasi semua kewenangan tersebut baik politik maupun administrasi berada di tangan Presiden dan para Menteri (Pemerintah Pusat). Dengan kata lain, sentralisasi berada pada puncak jenjang organisasi. Sebagai konsekuensinya dalam melaksanakan kewenangan sentralisasi ini anggarannya dibebankan pada APBN.
Untuk jelasnya perhatikan gambaran sentralisasi di bawah!
DEKONSENTRASI
Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi jua, tetapi perbedaan dekonsentrasi terlihat lebih halus daripada sentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari Pemerintah Pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks dekonsentrasi ini yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi bukan wewenang politik. Wewenang politiknya dekonsentrasi tetap dipegang oleh Pemerintah Pusat.
Siapakah yang dimaksud dengan pejabat Pemerintah Pusat yang berada di wilayah negara pada dekonsentrasi? Mereka adalah pejabat yang diangkat oleh Pemerintah Pusat & ditempatkan pada wilayah-wilayah tertentu sebagai wilayah kerjanya. Misal Gubernur di Provinsi sebagai wilayah kerjanya dan kepala instansi vertikal di daerah sebagai wilayah kerjanya. Pada zaman Orde Baru pejabat Pusat di wilayah negara adalah Gubernur, Bupati/Walikotamadya, Walikotatip, Camat dan Lurah dalam kedudukannya sebagai kepala wilayah. Di samping itu, juga para Kepala Kanwil, Kandep, dan Kancam. Mereka adalah pejabat Pusat yang ditempatkan di wilayah kerja masing-masing. Mereka hanya melaksanakan kebijakan administrasi yang telah ditetapkan oleh Pejabat Pusat (Presiden & para Menteri / dekonsentrasi).
Perhatikan gambaran dekonsentrasi di bawah serta bandingkan dengan diagram sentralisasi sebelumnya!
Rondinelli (1983: 18) menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada cabang departemen atau badan pemerintah yang lebih rendah. |
Harold F. Aldelfer (1964: 176) menjelaskan bahwa pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata-mata menyusun unit administrasi atau field administration, baik tunggal ataupun ada dalam hierarki, baik itu terpisah atau tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan atau bagaimana mengerjakannya. Tidak ada kebijakan yang dibuat di tingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan- badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya (dekonsentrasi) sementara pejabat lokal merupakan bawahan sepenuhnya dan mereka hanya menjalankan perintah (dalam M.R Khairul Muluk, 2002).
Dekonsentrasi Walfers (1985: 3) menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pada pejabat atau kelompok pejabat yang diangkat oleh Pemerintah Pusat dalam wilayah administrasi (dalam Larmour, Qalo, ed, 1985).
Sedangkan Henry Maddick (1983) menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang untuk melepaskan fungsi-fungsi tertentu kepada pejabat pusat yang berada di luar kantor pusatnya. Oleh karena itu, dekonsentrasi menciptakan local state government atau field administration/wilayah administrasi (dalam dekonsentrasi Bhenyamin Hoessein, 2000: 10).
Jadi, dalam dekonsentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi (implementasi kebijakan politik), sedangkan kebijakan politiknya tetap berada pada Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, pejabat yang diserahi pelimpahan wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili Pemerintah Pusat di wilayah kerja masing-masing atau pejabat pusat yang ditempatkan di luar kantor pusatnya. Tanda bahwa pejabat tersebut merupakan pejabat pusat yang bekerja di daerah adalah yang bersangkutan diangkat oleh Pemerintah Pusat, bukan dipilih oleh rakyat yang dilayani. Karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada pejabat yang mengangkatnya, yaitu pejabat pusat, bukan kepada rakyat yang dilayani. Sebagai konsekuensinya maka pejabat daerah yang dilimpahi wewenang, bertindak atas nama Pemerintah Pusat bukan atas nama dirinya sendiri yang mewakili para pemilihnya.
Dalam asas dekonsentrasi timbul hierarki dalam organisasi tersebut. Maksudnya terdapat hubungan sub-ordinat antara satuan organisasi pusat dengan satuan organisasi bawahannya. Misal pada zaman Orde Baru Pemerintah Pusat membawahi Pemerintah Provinsi-Dati I, Pemerintah Provinsi-Dati I membawahi Pemerintah Kabupaten/Kotamadya-Dati II, Pemerintah Kabupaten/Kotamadya-Dati II membawa Kecamatan, & Kecamatan membawahi Kelurahan. Atau pada departemen, Departemen membawahi Kanwil, Kanwil membawahi Kandep, & Kandep membawahi Kancam.
Oleh karena satuan-satuan organisasi yang berada di wilayah-wilayah negara di luar kantor pusatnya tersebut milik Pemerintah maka anggarannya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat. Karena itu, anggarannya dibebankan pada APBN. Biaya penyediaan sarana & prasarana, gaji pegawai, biaya operasional, dan biaya pemeliharaan menjadi beban APBN.
DESENTRALISASI
Desentralisasi berasal dari bahasa Latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum yang artinya pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, desentralisasi yang berasal dari sentralisasi yang mendapat awal de berarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat, tetapi desentralisasi hanya menjauh dari pusat.
Desentralisasi berkait dengan aspek administrasi (awas jangan kacaukan dengan kewenangan administrasi!). Kita lihat sekarang salah satu bagian penting dari administrasi adalah organisasi. Sebuah organisasi selalu terdiri atas jenjang hierarki. Jenjang hierarki ini ada yang tingkatannya banyak dan ada yang tingkatannya sedikit. Misal satuan pemerintahan yang terdiri atas Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tingkat II, dan Pemerintah Daerah Tingkat III adalah contoh organisasi pemerintahan dengan jenjang hierarki yang lebih panjang daripada satuan pemerintahan yang terdiri atas Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tingkat II. Dan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi/Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya/Daerah Tingkat II, dan Pemerintah Wilayah Kecamatan lebih panjang daripada Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pada setiap jenjang hierarki terdapat pejabat yang bertanggung jawab atas satuan organisasi yang menjadi wewenangnya. Misal pada Pemerintah Provinsi terdapat Gubernur, pada Pemerintah Kabupaten terdapat Bupati, dan pada Pemerintah Kota terdapat Walikota. Gubernur bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan Provinsi. Bupati bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten. Walikota bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan Kota.
Organisasi yang besar dan kompleks seperti negara Indonesia tak akan efisien jika semua kewenangan politik & administrasi diletakkan pada puncak hierarki organisasi/Pemerintah Pusat karena Pemerintah Pusat akan menanggung beban yang berat. Juga tidak cukup jika hanya dilimpahkan secara dekonsentratif kepada para pejabatnya di beberapa wilayah negara. Agar kewenangan tersebut dapat diimplementasikan secara efisien & akuntabel maka sebagian kewenangan politik & administrasi perlu diserahkan pada jenjang organisasi yang lebih rendah. Penyerahan sebagian kewenangan politik & administrasi pada jenjang organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi. Jadi, desentralisasi adalah penyerahan wewenang politik & administrasi dari puncak hierarki organisasi (Pemerintah Pusat) kepada jenjang organisasi di bawahnya (Pemerintah Daerah). Dua kewenangan tersebut (politik & administrasi) diserahkan kepada Daerah. Perhatikan gambar di bawah!
Desentralisasi berkait dengan aspek administrasi (awas jangan kacaukan dengan kewenangan administrasi!). Kita lihat sekarang salah satu bagian penting dari administrasi adalah organisasi. |
Oleh karena jenjang hierarki yang lebih rendah (Pemerintah Daerah) tersebut diserahi wewenang penuh baik politik maupun administrasi maka pada jenjang organisasi dimana diberi penyerahan wewenang tersebut timbul otonomi. Otonomi artinya kebebasan masyarakat dimana tinggal di daerah yang bersangkutan untuk mengatur & mengurus kepentingannya sendiri. Dengan demikian, desentralisasi menimbulkan otonomi daerah. Otonomi daerah tersebut adalah sebagai konsekuensi logis penerapan asas desentralisasi pada Daerah.
Dalam desentralisasi, pejabat yang menerima tanggung jawab adalah pejabat daerah otonom. Siapa pejabat daerah otonom itu? Pejabat daerah otonom adalah pejabat dimana ditentukan sendiri oleh masyarakat sebagai kesatuan masyarakat hukum yang bersangkutan. Jadi, ia bukan pejabat Pusat dimana berada di daerah, tetapi adalah pejabat yang diangkat oleh rakyat melalui pemilihan yang bebas dari daerah otonom yang bersangkutan. Dengan demikian, tindakan hukumnya bukan atas nama pejabat pusat, tetapi atas nama dirinya sendiri mewakili masyarakat daerah otonom. Oleh karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada rakyat yang memilihnya.
Karena itu, berdasarkan cara rekrutmennya maka pejabat daerah otonom adalah pejabat politik. Disebut pejabat politik karena jabatan itu diperoleh melalui pemilihan yang bebas antarkekuatan-kekuatan politik dimana ada di daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, pejabat politik terbuka bagi partai politik. Artinya partai politik dapat menempatkan kader terbaiknya menduduki jabatan tersebut melalui mekanisme & aturan yang sudah disepakati bersama.
Agar lebih mantap mari kita tinjau beberapa definisi tentang desentralisasi. Henry Maddick (1963) menjelaskan bahwa desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan secara hukum demi menangani bidang- bidang/fungsi-fungsi tertentu kepada daerah otonom. Sedangkan Rondinelli, Nellis, dan Chema (1983) mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan penciptaan atau penguatan, baik keuangan maupun hukum, pada unit-unit pemerintahan subnasional dimana penyelenggaraannya secara substansial berada di luar kontrol langsung pemerintah pusat (dalam Bhenyamin Hoessein, 2000: 10).
Decentralization refers to the transfer of authority on a geografic basis whether by deconcentration (i.e delegation) of adminstrative authority to field units of same department or level of government, or by the political devolution of authority to local government units or special statutory bodies.
(Desentralisasi merujuk pada pemindahan kekuasaan pada suatu basis geografi apakah dengan dekonsentrasi (yakni delegasi) administrasi pada satuan-satuan administrasi lapangan atau dengan devolusi politik pada satuan-satuan pemerintah lokal atau badan-badan khusus berdasarkan undang-undang).
J.H.A. Logeman (dalam Tjahya Supriatna; 1993: 1) membagi desentralisasi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut.
- Dekonsentrasi atau desentralisasi jabatan (ambtelijke decentralisatie), yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Misal pelimpahan Menteri kepada Gubernur, dari Gubernur kepada Bupati/Walikotamadya dan seterusnya secara berjenjang. Pada desentralisasi semacam ini, rakyat atau lembaga perwakilan rakyat daerah tidak ikut campur atau dibawa-bawa.
- Desentralisasi ketatanegaraan atau staatkundige decentralisatie dimana sering juga disebut sebagai desentralisasi politik, yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan (regelende en bestuurende bevoerheid) kepada daerah-daerah otonom di dalam lingkungannya. Di dalam desentralisasi politik semacam ini, rakyat dengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah masing-masing. Desentralisasi ini dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai berikut.
- Desentralisasi teritorial (territoriale decentralisatie), yaitu penyerahan kekuasaan demi mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (autonomie), batas pengaturannya adalah daerah. Desentralisasi teritorial mengakibatkan adanya otonomi pada daerah yang menerima penyerahan.
- Desentralisasi fungsional (funcionale decentralisatie), yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu. Batas pengaturan tersebut adalah jenis fungsi.
Bayu Surianingrat (1980: 28-29) menjelaskan bahwa desentralisasi terdiri atas berikut ini.
1. Desentralisasi jabatan (amtelijke decentralisatie), yaitu pemudaran kekuasaan atau lebih tepat pelimpahan kekuasaan dari atasan kepada bawahannya dalam rangka kepegawaian demi meningkatkan kelancaran pekerjaan. Oleh karena itu, desentralisasi ini disebut juga dekonsentrasi. Jika demikian, desentralisasi merupakan salah satu jenis desentralisasi. Dengan kata lain, dekonsentrasi adalah pasti desentralisasi tapi desentralisasi tidak selalu dekonsentrasi.
2. Desentralisasi kenegaraan (statkundige decentralisatie), yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur daerah dalam lingkungannya demi mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan negara. Di dalam desentralisasi ini rakyat secara langsung mempunyai kesempatan untuk turut serta (participation) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya.
Rondinelli (1983: 18) menjelaskan,
decentralization is the transfer of planning, decision making, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organization, local government, or nongovernment organization.
(Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan, atau kewenangan administrasi dari pemerintah pusat pada organisasi wilayah, satuan administrasi daerah, organisasi semi otonom, pemerintah daerah, atau organisasi non pemerintah/ lembaga swadaya masyarakat).
Desentralisasi dalam pandangan Rondinelli memiliki pengertian dimana lebih luas daripada yang disampaikan Logeman dan Bayu Surianingrat. Menurut Rondinelli desentralisasi mencakup dekonsentrasi, devolusi, pelimpahan pada lembaga semi otonom (delegasi), dan pelimpahan fungsi pemerintahan tertentu pada lembaga non-pemerintah (privatisasi). Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian di bawah!
1. Dekonsentrasi adalah penyerahan beban kerja dari kementerian pusat kepada pejabat-pejabatnya yang berada di wilayah. Penyerahan ini tidak diikuti oleh kewenangan membuat keputusan & diskresi untuk melaksanakannya.
2. Devolusi, yaitu pelepasan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat guna membuat satuan pemerintah baru dimana tidak dikontrol secara langsung. Tujuan devolusi adalah memperkuat satuan pemerintahan di bawah pemerintah pusat dengan cara mendelegasikan fungsi & kewenangan.
Devolusi dalam bentuknya dimana paling murni, memiliki 5 ciri fundamental, yaitu sebagai berikut.
a. Unit pemerintahan setempat bersifat otonom, mandiri (independen),
& secara tegas terpisah dari tingkat-tingkat pemerintahan. Pemerintah pusat tidak melakukan pengawasan langsung terhadapnya.
b. Unit pemerintahan tersebut diakui memiliki batas geografi dimana jelas & legal, yang mempunyai wewenang guna melakukan tugas- tugas umum pemerintahan.
c. Pemerintah daerah berstatus badan hukum dan memiliki kekuasaan guna mengelola dan memanfaatkan sumber daya dimana dimiliki guna mendukung pelaksanaan tugasnya.
d. Pemerintah daerah diakui oleh warganya sebagai suatu lembaga yang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, pemerintah daerah ini mempunyai pengaruh dan kewibawaan terhadap warganya.
f. Terdapat hubungan dimana saling menguntungkan melalui koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta unit-unit organisasi lainnya dalam suatu sistem pemerintahan. Oleh karena itu, pemerintah daerah adalah bagian dari pemerintah nasional dan bukan sebagai elemen yang independen dari pemerintah pusat. Dalam devolusi tidak ada hierarki antara pemerintah daerah satu dengan pemerintah daerah lainnya karena yang menjadi dasar adalah koordinasi dan sistem saling hubungan antara satu unit dengan unit lain secara independen dan timbal-balik.
3. Pelimpahan Wewenang pada Lembaga Semi Otonom (Delegasi)
Selain dalam bentuk dekonsentrasi dan devolusi, desentralisasi juga bisa dilakukan dengan cara pendelegasian pembuatan keputusan dan kewenangan administrasi kepada organisasi-organisasi dimana melakukan fungsi-fungsi tertentu yang tidak di bawah pengawasan kementerian pusat. Sebagaimana diketahui bahwa dalam suatu pemerintahan terdapat organisasi-organisasi dimana melakukan fungsi-fungsi tertentu dengan kewenangan dimana agak independent. Organisasi ini adakalanya tidak ditempatkan dalam struktur reguler pemerintah. Misal Badan Usaha Milik Negara, seperti Telkom, Bank, jalan tol, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, badan-badan otoritas. Terhadap organisasi semacam ini pada dasarnya diberikan kewenangan semi independent untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Bahkan kadang- kadang berada di luar ketentuan dimana diatur oleh pemerintah karena bersifat komersial dan mengutamakan efisiensi daripada prosedur birokratis dan politis.
Pendelegasian tersebut menyebabkan pemindahan atau penciptaan kewenangan yang luas pada suatu organisasi dimana secara teknis dan administratif mampu menanganinya baik dalam merencanakan maupun melaksanakan. Semua kegiatan yang dilakukan tersebut tidak mendapat supervisi langsung dari pemerintah pusat.
4. Penyerahan Fungsi Pemerintah Pusat kepada Lembaga Non-Pemerintah (Privatisasi)
Di samping ketiga bentuk di atas, desentralisasi juga dapat berupa penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari pemerintah pusat kepada lembaga non-pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Bentuk ini sering dikenal dengan privatisasi. Privatisasi adalah suatu tindakan pemberian wewenang dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat atau dapat pula merupakan peleburan badan pemerintah menjadi badan swasta, misalnya BUMN & BUMD menjadi PT. Termasuk dalam pengertian ini adalah tindakan pemerintah mentransfer beberapa kegiatan kepada kamar dagang & industri, koperasi & asosiasi lainnya untuk mengeluarkan izin-izin, bimbingan & pengawasan, yang semula dilakukan oleh pemerintah. Dalam bidang sosial, misalnya pemerintah memberikan kuasa dan tanggung jawab kepada lembaga swadaya masyarakat, pembinaan kesejahteraan keluarga, koperasi tani, dan koperasi nelayan untuk melakukan kegiatan- kegiatan sosial dan kesejahteraan keluarga, petani.
Bhenyamin Hoessein (2000:10) menjelaskan bahwa dalam rangka desentralisasi, daerah otonom berada di luar hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administrasi, field administration, berada dalam hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Desentralisasi menunjukkan pola hubungan kekuasaan antar-organisasi, sedangkan dekonsentrasi menunjukkan pola hubungan kekuasaan intra organisasi. Karena itu, pola kekuasaan yang tercipta dalam desentralisasi memperlihatkan unsur keterpisahan (separateness) dan kemajemukan struktur dalam sistem politik secara keseluruhan.
Setelah daerah mendapatkan penyerahan wewenang politik dan administrasi dari Pemerintah maka urusan yang diserahkan tersebut menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Untuk itu, pembiayaan penyelenggaraan desentralisasi bersumber dari APBD. Pemerintah Daerah mempertanggung- jawabkan penggunaan APBD kepada rakyat Daerah yang bersangkutan.
Untuk memperjelas pemahaman Anda tentang desentralisasi & dekonsentrasi yang sudah diuraikan di depan perhatikan perbedaan keduanya sebagaimana tercantum pada Tabel di bawah!
Tabel Perbedaan Desentralisasi & Dekonsentrasi
Desentralisasi | Dekonsentrasi |
Menciptakan Daerah Otonom | Menciptakan perangkat Pusat di berbagai wilayah |
Memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi daerah otonom | Hal yang ada adalah batas-batas wilayah kerja/jabatan/administrasi |
Penyerahan wewenang pemerintahan di bidang politik dan administrasi | Pelimpahan wewenang pemerintahan hanya bidang administrasi |
Hal yang diserahi wewenang politik dan administrasi adalah daerah otonom | Hal yang diberi limpahan wewenang adalah perangkat/pejabat Pusat |
Menimbulkan otonomi daerah | Tidak menimbulkan otonomi daerah |
Daerah otonom berada di luar hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Hubungannya adalah antar-organisasi publik | Wilayah administrasi berada dalam hierarki organisasi Pemerintah Pusat. Hubungannya adalah intra organisasi |
Wewenang dimana diserahkan terbatas pada wewenang pemerintahan yaitu wewenang yang dimiliki Presiden dan Para Menteri | Wewenang pemerintahan dimana diserahkan adalah pemerintahan umum, koordinasi, pengawasan, trantib, pembinaan bangsa, dan bidang pemerintahan khusus dari Menteri mentri teknis |
Pembiayaannya dari APBD | Pembiayaannya dari APBN |
Dalam konteks negara kesatuan, penerapan asas sentralisasi dan desentralisasi dalam organisasi negara bangsa bukan bersifat dikhotomis melainkan sebagai kontinum. Artinya, Pemerintah Pusat tidak mungkin menyelenggarakan semua urusan pemerintahan di tangannya secara sentralisasi atau sebaliknya Pemerintah Daerah sepenuhnya menyelenggarakan semua urusan pemerintahan dimana diserahkan. Hal yang bisa dilakukan adalah selalu terdapat sejumlah urusan pemerintahan yang sepenuhnya diselenggarakan secara sentralisasi beserta penghalusannya, dekonsentrasi. Akan tetapi, tidak pernah terdapat suatu urusan pemerintahan apa pun yang diselenggarakan sepenuhnya secara desentralisasi. Urusan pemerintahan dimana menyangkut kepentingan dan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara lazimnya diselenggarakan secara sentralisasi dan dekonsentrasi. Sedangkan urusan dimana mengandung dan menyangkut kepentingan masyarakat setempat (lokalitas) diselenggarakan secara desentralisasi (dalam Bhenyamin Hoessein, pada Sarasehan Nasional Administrasi Negara III, 2002).
Dengan demikian, terdapat urusan-urusan dimana 100% diselenggarakan secara sentralisasi, seperti pertahanan, politik luar negeri, dan moneter. Kemudian, tidak pernah ada urusan pemerintahan yang 100% diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Kalau toh ada sebagian urusan pemerintahan diserahkan kepada Pemerintah Daerah bukan berarti Pemerintah Pusat melepaskan semua tanggung jawabnya. Oleh karena tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemerintahan adalah Pemerintah Pusat maka tidak mungkin Pemerintah Pusat menyerahkan 100% urusan pemerintahan kepada Daerah.
Urusan-urusan dimana bersifat lokalitas (locality), seperti irigasi, pendidikan, kesehatan, koperasi, industri kecil, pertamanan, dan perpustakaan umum memang diserahkan kepada Daerah, tetapi kadarnya tidak 100%. Pemerintah Pusat masih menangani sebagian urusan yang diserahkan kepada Daerah tersebut, seperti pengawasan dan penentuan standar, kriteria, dan prosedur (dalam Bhenyamin Hoessein, 2001). Sedangkan urusan dimana bersifat nasional, misalnya politik luar negeri, keamanan, pertahanan, keuangan, pengaturan hukum, keagamaan, kebijakan ekonomi makro, dan kebijakan politik makro sepenuhnya (100%) menjadi kuasa Pemerintah Pusat.
TUGAS PEMBANTUAN (MEDEBEWIND)
Di samping asas desentralisasi & dekonsentrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan kepentingan-kepentingan dari pusat atau daerah-daerah dimana tingkatannya lebih atas oleh perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir Manan (1994: 85) tugas pembantuan diberikan oleh Pemerintah Pusat atau pemerintah dimana lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang-undang. Oleh karena itu, medebewind sering disebut serta tantra/tugas pembantuan.
Koesoemahatmadja (1979: 21-22) mengartikan medebewind atau zelfbestuur sebagai pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah/pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah dimana tingkatannya lebih atas tersebut. Daerah-daerah tersebut diberi tugas pembantuan oleh pemerintah pusat yang disebut medebewind atau zelfbestuur (menjalankan peraturan-peraturan yang dibuat oleh dewan dimana lebih tinggi). Dalam menjalankan medebewind tersebut urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah daerah masih tetap merupakan urusan pusat/daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi urusan rumah tangga daerah yang diminta bantuan. Hanya saja cara daerah otonom menyelenggarakan bantuan tersebut diserahkan sepenuhnya pada daerah itu sendiri.
Daerah otonom ini tidak berada di bawah perintah, juga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat/daerah yang lebih tinggi yang memberi tugas.
Oleh karena hakikatnya urusan yang ditugasbantukan pada daerah otonom tersebut adalah urusan Pusat atau pemerintah atasan dimana menugaskan, maka dalam sistem medebewind anggarannya berasal dari APBN atau dari APBD pemerintah atasan yang memberi tugas. Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke kas Daerah. Anggaran ini masuk ke rekening khusus dimana pertanggungjawabannya terpisah dari APBD.
Keterangan Koesoemahatmadja tersebut sejalan dengan keterangan Bagir Manan. Bagir Manan (1994:179) menjelaskan, pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi (de uitvoering van hogere regelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan termasuk yang diperintahkan atau diminta (vorderen) dalam rangka tugas pembantuan.
Wah, Anda bingung ya! Begini, menurut Koesoemahatmadja dalam sistem medebewind pemerintah pusat atau daerah otonom yang lebih tinggi menyerahkan urusan dimana menurut peraturan perundangan merupakan kewenangannya, kepada daerah otonom di bawahnya. Daerah otonom yang diserahi ini lalu melaksanakannya melalui perangkatnya (dinas-dinas). Dalam melaksanakan tugas tersebut, aparat pelaksana (dinas-dinas tadi) tidak bertanggung jawab kepada pemerintah pusat/daerah yang lebih tinggi dimana memberi tugas, tetapi kepada kepala daerah (zelfuitvoering).
Asas medebewind di Indonesia telah dipraktikkan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda. Pada zaman penjajahan Belanda, dalam wilayah Hindia Belanda ada bagian dimana disebut daerah swapraja, yaitu daerah kesultanan atau kerajaan dimana diperintah langsung oleh sultan-sultan atau raja-raja pribumi dengan aturan/hukum adat masing-masing. Daerah ini relatif otonom. Daerah ini disebut zelfbestuurende-landschappen atau daerah dimana memiliki pemerintahan sendiri. Daerah swapraja sebelumnya adalah negara merdeka kemudian mengakui kedaulatan Belanda dengan kontrak panjang (lange contracten) maupun kontrak pendek (korte verklaring). Agar daerah swapraja tersebut tetap sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat, maka Pemerintah Hindia Belanda minta Raja atau Sultan/Kepala Daerah swapraja untuk melakukan tindakan-tindakan atau melaksanakan urusan- urusan tertentu atas biaya pemerintah pusat atau pemerintah atasnya. Raja atau Sultan dimana melakukan tindakan atau melaksanakan urusan dari Pemerintah melaksanakan medebewind. Medebewind dilaksanakan oleh Sultan/Raja yang bersangkutan kemudian ia mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada Pemerintah Hindia Belanda. Oke, makin jelaskan?
Pengertian medebewind seperti yang dipraktikkan pada zaman Belanda itulah yang dirujuk oleh UU No.5 Tahun 1974, bukan pengertian medebewind yang disampaikan oleh Koesoemahatmadja dan Bagir Manan. Dalam Undang-undang zaman orde baru tersebut dirumuskan bahwa tugas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan dimana ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya. Padahal menurut Koesoemahatmadja tugas pembantuan itu dilakukan oleh dinas-dinas daerah lalu dinas-dinas daerah mempertanggungjawabkan tugasnya kepada kepala daerah. Itulah sebabnya Bagir Manan (1994:179) mengatakan bahwa rumusan tugas pembantuan karena ada penugasan oleh pemerintah pusat atau pemerintah lebih atas & ada pertanggungjawaban kepada yang memberi tugas.
Karena tugas pembantuan pada dasarnya adalah melaksanakan kuasa pemerintah pusat atau pemerintah atasnya maka sumber biaya dari pemerintah dimana memberikan penugasan. Untuk itu, sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD Pemerintah Daerah yang lebih tinggi.
Kalimat yang lebih sederhana untuk menjelaskan tugas pembantuan adalah satuan pemerintahan dimana mempunyai kuasa tertentu dapat menugaskan kepada pemerintahan yang lebih bawah untuk melaksanakan sebagian kewenangan yang dimiliki tersebut. Misal, pemerintah pusat sesuai dengan UU 32/2004 mempunyai kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, keuangan & moneter nasional, dan agama. Nah, pemerintah pusat dapat memberi tugas kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa untuk melaksanakan sebagian kewenangannya tersebut. Pemerintah provinsi sesuai dengan UU 32/2004 & PP 38/2007 mempunyai kewenangan di bidang pendidikan dan lain-lain. Nah, pemerintah provinsi dapat memberi tugas kepada pemerintah kabupaten/kota & pemerintah desa untuk melaksanakan sebagian kewenangannya tersebut. Pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan UU 32/2004 dan PP 38/2007 mempunyai kuasa di bidang pendidikan dan lain-lain. Nah, pemerintah kabupaten/kota dapat memberi tugas kepada pemerintah desa demi melaksanakan sebagian kewenangannya tersebut.
Pihak yang diberi tugas dalam tugas pembantuan adalah kepala daerah atau kepala desa, sedangkan yang melaksanakannya adalah perangkat daerah atau perangkat desa. Kemudian, perangkat daerah atau perangkat desa bertanggung jawab kepada kepala daerah atau kepala desa & kepala daerah atau kepala desa bertanggung jawab kepada pihak yang memberi tugas. Karena tugas pembantuan pada dasarnya adalah melaksanakan kewenangan pemerintah atasan oleh pemerintah bawahan (desa melaksanakan sebagian kewenangan kabupaten/kota dan/atau provinsi dan/atau pusat; kabupaten/kota melaksankaan sebagian kewenangan provinsi &/atau pusat; dan provinsi melaksanakan sebagian kewenangan pusat) maka sumber biaya berasal dari pemerintah yang memberikan penugasan tersebut. Untuk itu, sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD sesuai dengan pemerintah yang memberi tugas.
Oleh karena tugas pembantuan pada dasarnya adalah melaksanakan kewenangan pemerintah pusat atau pemerintah atasnya maka sumber biaya dari pemerintah yang memberikan penugasan. Untuk itu, sumber biayanya bisa berasal dari APBN atau APBD Pemerintah Daerah yang lebih tinggi.
Agar Anda menjadi lebih jelas tentang konsep sentralisasi, dekonsentrasi, desentralisasi, & tugas pembantuan perhatikan tabel di bawah!
Tabel Perbedaan Sentralisasi, Dekonsentrasi, Desentralisasi, dan Tugas Pembantuan
Asas | Wew. Politik | Wew. Administrasi | Smbr Keung | ||||
Pusat | Drh Otnm | Perngkt Pst di Pst | Perngkt Pst di Wlyh | Perangkat Pst di D.O | APBN | APBD | |
Sentralisasi | x | – | x | – | – | x | – |
Dekonsentrasi | x | – | – | x | – | x | – |
Tugas Pembantuan | x | – | – | – | x | x | – |
Desentralisasi | – | x | – | – | x | – | x |
Komentar
Posting Komentar
Dengan menggunakan kolom komentar atau kotak diskusi berikut maka Anda wajib mentaati semua Peraturan/Rules yang berlaku di situs plengdut.blogspot.com ini. Berkomentarlah secara bijak.