Sastra Pedalangan

Kandungan nilai sastra yang ada pada seni pertunjukkan wayang adalah sangat luas. Pada hakikatnya seni pertunjukkan wayang ini sebagai pelaku utamanya adalah dalang, maka sastra dalam seni pertunjukkan ini sering disebut Sastra Pedalangan.
Sastra Pedalangan

Sejak dalang manggung di bawah lampu penerang (blencong) untuk memulai karya mendalangnya, maka nilai sastrawi itu langsung nampak jelas mulai tergambarkan, tergelar dan terucapkan. Bahkan apabila nilai sastrawi tersebut dimaknai sebagai pernyataan filosofis, maka sebelum ki dalang memulainya, nilai-nilai sastrawinya telah kelihatan. Sejak wayang itu digelar, dinyatakan dalam bentuk tata panggung, semua yang berada serta terkait pada panggung itu akan nampak jelas nilai-nilai sastrawinya dan sudah mulai bisa dibaca oleh penonton terutama bagi yang memperhatikan dan para pengamat, juga para penggemarnya.

Bentuk-bentuk wayang, bentangan kelir, nyala blencong yang sangat terang dan penataan gamelan yang rapi dan berwibawa serta indah itupun sudah menyatakan suatu gambaran yang sangat filosofis. Demikian juga seperti bentuk penataan wayang yang berada pada deretan sebelah kiri maupun kanan yang saling membelakangi (ungkur-ungkuran), gunungan (kayon) yang ditancapkan di tengah- tengah batang pisang (gedebog) dan sebelum dalang menempatkan diri, itupun jelas mengandung nilai-nilai sastrawi yang berbobot. (Purwadi dalam makalah Konggres Pewayangan 2005 di Yogya, hal Pendahuluan).

Kini seni pewayangan yang sangat berbobot itu merupakan pengembangan dari hasil budaya cipta-ripta yang munculnya dari kreativitas masyarakat Jawa sejak masa-masa sebelum Masehi. Maka tidak mustahil apabila seni pertunjukkan wayang itu sangat erat sekali keterkaitannya dengan hidup dan kehidupan masyarakat Jawa. Justru seni pertunjukkan wayang ini di kemudian hari digunakan sebagai sarana pendidikan lahir batin bagi kehidupan masyarakat secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Memang tujuan hidup masyarakat Jawa, mengutamakan pencapaian hidup sorgawi. Ini berarti mereka yang berada pada posisi generasi pendidik akan sangat mengutamakan ajaran-ajaran kerohanian. Theology mereka sebagian besar menggunakan seni pewayangan sebagai media pendidikan di dalam proses pembelajaran, yang dipastikan akan lebih mudah untuk diterima bagi anak cucu.

Selanjutnya ajaran-ajaran tersebut tertuang melalui aspek seni, yang terkandung dalam pewayangan. Aspek-aspek seni itu adalah seni rupa, seni suara, seni drama, seni gerak, seni sastra. Seni rupa berupa bentuk dan warna wayang, ukiran, seni suara berupa tembang, suluk dan gending, seni drama berupa likuliku cerita/lakon, seni gerak berupa tari dan laku wayang, seni sastra berupa dialog, narasi, lakon gending, suluk dan lain-lain. Namun demikian pembicaraan pada postingan ini hanya akan dikhususkan mengambil dari aspek sastra saja. Sebab dengan sastra ini aspek yang lainnya akan ikut terbawa aktif sebagai jalan tercapainya system pendidikan yang menjadi harapan masyarakat.
Aspek seni sastra yang realisasinya termasuk satu cabang seni pertunjukkan wayang di mana sebagai pelaku utamanya adalah dalang. Maka aspek ini dinyatakan sebagai Sastra Pedalangan (istilah satu mata ajaran pada jurusan Pedalangan Jawatimuran di SMK Negeri 9 Surabaya).

Kata sastra yang dalam bahasa Jawa kuna tertulis Çastra berarti buku pelajaran, ilmu, pengetahuan, naskah, buku suci (Suwoyo Woyowasito, Kamus Kawi Jawa Kuno-Indonesia). Dengan demikian
sastra artinya adalah tulisan (Bau Sastra Purwadarminta) juga berarti piwulang/wewarah (pelajaran).

Namun sastra menurut pangawikan Jawa ialah pengetahuan, bukan saja yang diperoleh dari apa yang tersurat, melainkan juga yang tersirat. (R.M. Yunani Prawiranegara, Pemahaman Nilai Filosofi, Etika Dan Estetika Dalam Wayang, makalah Konggres Pewayangan 2005 di Yogya, halaman XII – 16). Jadi segala buku atau segalanyang tersurat dan tersirat dalam cerita baik lama maupun baru, yang dengan melalui tembang oleh dalang (suluk), dialog wayang yang diakukan oleh dalang (antawacana) bisa dibicarakan bersamasama dalam aspek seni sastra atau Sastra Pedalangan.

Dengan demikian topik dalam postingan ini berisi pembicaraan tentang sastra yang berupa suluk beserta isi dan analisa, sastra yang berupa cerita dan analisa, sastra gending, sastra yang berupa antawacana dengan pemilihan kata-kata, buku-buku sumber cerita. Dan yang sama pentingnya adalah pandangan filosofis dan gambaran simbolis bagi ajaran pangawikan Jawa.

Komentar